Sekali Selesai Hari Ini

Ruang Baca

Bila sebuah malam
berada dalam ruang baca
tak ada buah ranum

Padamu ada serumpun matahari
juga, matahari ada serumpun rembulan
pada titik-titik yang tak kau sadari
bahwa dia ada dalam adamu

Yogyakarta, 2008

Sekali Selesai Hari Ini

Sekali selesai hari ini
senja hilang bersama burung
seribu kata pergi menyesal
tanpa risau atau galau
tanpa raga dan jiwa
hari ini hilang
bersih sehampa hampa
kau menangis sendiri
dalam sejati

Yogyakarta 2008

Yin Yang

Dua semesta
Dua manusia
Dua puisi

Mengalir seumpama kata
Mengisi tepi dan sudut
Dalam setiap langkah
Hingga ke dua-an menjadi aku

Yogyakarta, 2008

Dalam Kekosongan

Dalam kekosongan
Kumenyebutmu lembah
Pada akar langit
Yang menyelam dalam tanah

Yogayakarta, 2008

Seperti Halnya Kata

Seperti halnya kata
puisi adalah matahari
kehidupan bagaikan pintu kepuasan
dalam kekosongan
pada tangga langit

Kesadaran tanpa kata
adalah cara kita
menghayati irama
yang paling dalam

Kelembutan dalam cinta
adalah pertemuan dua jiwa
menyatu dalam puisi

Yogyakarta, 2008





Seperti Halnya Bahasa

Seperti halnya bahasa
kata-kata adalah setia

Yogyakarta, 2008
Bunda Teressa

Tuhan memintamu
tidak untuk sukses
ia memintamu untuk setia

Aku hanya pencil kecil
di hadapannya

Yogyakarta, 2008

Ada-mu

Ketakterbatasan adalah adamu
pada anak yang lapar

Kebahagiaan yang kau berikan
tiada sempurna kau selipkan

Aku tidak puas
pada harapan, tapi
akankah aku menghukummu?
senyummu terbayang galau,
terasa lembut di mataku

Cinta yang tiada waktu
begitu jauh di hatiku
dari jiwamu engkau menyuapiku
dengan kehidupan bukan sejati
itulah mengapa kau selalu ada

Selama ruang-ruang kau ramu warna
yang tak terisi apa-apa
selain kata yang menyedihka

Di atas adamu yang indah
bergelantung sendu airmata

Adaku kan kutuangkan dalam wajahmu
yang lembut, mencintai waktu yang berduka

Yogyakarta, 2008
30 Maret

Wahai pembawa bulan
untuk jiwa
menjadi sinar yang
menyala dalam gelap garam semesta

Yang selalu memikirkanmu
di tempat yang belum kau mengerti

Tak terasa kau lakukan
melintas curam dan kematian
untuk membayar bagi yang sedia pergi
mencari adat-adat malam

Dengan bahagia
kukorbankan hidup
bagi utusan rasa

Yogyakarta, 2008

Hening

Hening datanglah
Agar jiwa ini
Melihat kesetiaan
Dalam ikatan cinta
Seperti bintang-bintang
Yang merelakan dirinya
Di tengah keheningan

Yogyakarta, 2008

Titipan

Sejenak rasa
kutitipkan pada malam
hingga aku tak mengerti apa itu kata
dan apa itu duka

Mungkinkah satu rasa
ada dua keadaan?

Aku takut dia merana
karena satu kata

Aku takut dia senyum
karena satu rasa
pada sebuah rumpun kelam

Yogykarta, 2008

Embun

Tentunya pagi
yang bisa memberi embun
bagi perut lapar

Betapa tidak
semalaman kau mengadu
pada pemilik waktu
hingga wajar kalau
kau merasa puas dengan aku

Yogykarta, 2008

Tersiksa

Pagi
semua adalah api
pada cadas ke-lembut
berupa kata manis
yang singgah
antara wajah bulan dan matahari
adakah sesuatu yang kau mengerti?

Setelah semuanya usai
di atas batu nisan
aku masih berharap
pada batu yang bisu
batu-batu gersang
yang tanpa nama
di balik kovermu
yang kata orang cantik

Aku tak bisa berkata
di bawah pohon sendu
yang merumpun duka
hidup bukanlah apa, tapi
rasa dan bicara
pada sebuah samudera
yang tak kau mengerti
Yogyakarta, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura