Maret 03 2009

Kau sempatkan rasamu menjadi pintaku

Walau malam membuatmu ngantuk dalam sepi

Kuurai sedemikian kecil arti rasamu itu

Karena malam itu membantuku merasuk dikedalaman rasamu

Sebelumnya kisi-kisi kata sudah terwakili dengan bulan

Kuselami pelan-pelan walau keras sebongkah batu aku bekali

Dengan bahasa sederhana dalam malam

Dan kata-kata sederhana dalam malam

Itulah catatan kecil dari sepenggal sejarah

Yang kita bagi dalam ruang kata-kata

Aku harap itu menjadi lembut dalam mengarungi keabadian

Keabadian yang tak terkira

Singgahan-singgahan demi singgahan

Kini terurai bersama sepinya malam,

Bersama garis musik cakrawala

Kubaca detik-detik demi detik

Hanya untuk menjadi keabadian

Kuraba segala bahasa dan kata

Agar genangan air tak lagi menjadi banjir untuk kita

Sebutir semesta telah aku suguhkan padamu

Membiarkan terlepas dalam hatiku

Sampai matahari juga tahu bahwa kita memang pasangan huruf-huruf

Dalam kitab suci, yang semua dapat membacanya sendiri

Walau tertatih-tatih mengirimnya dalam hati

Mungkin ini dulu sebatas penyaksian dalam perjalanan keabadian huruf-huruf

Sebab tanpa ada huruf-huruf ini sangat sulit bagi kita untuk ada

Ada dalam pasangan cinta, karena aku mencintaimu, Tari

Semoga kita berjalan lembut, ada bersama huruf-huruf suci

Sampai kapan, aku juga lupa

Sepertinya kita harus tetap mengharap, huruf-huruf itu menjadi ruang kita

Menjadi jembatan untuk menjalani sampai kita ada bersama Tuhan

Sesampaianya di sana kita buat rumah untuk anak-anak kita nanti

Sebagai tempat pemulian para orang-orang suci

Yang haus akan diri-Nya

Aku persilahkan masuk untuk belajar bersama, mendekati

Halaman sang pencipta huruf-huruf kita

Jogjakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura