Bujuk Polai[1]

Sepertinya keberwanktuan sudah menjadi batu

Menjadi cahaya dalam ruang gelombang malam

Si manis kata bersuara lewat kata-kata senja

Selembar kata itu sudah terbaca banyak kita

Dan sebagian yang tidak aku siram dengan air komkoman

Di busur yang tertaburi ayat-ayatkua, tapi aku lahir kembali

Menyamai sisa lembar berikutnya yang ada dalam rahimmu

Kuselami tiap batu nisan yang bertuliskan suara

Dan bayang-bayang kurang begitu ada, tapi suara tetap di tempat duduk

Di bawah pohon Polai itu, di sini aku kabarkan kepada mereka

Sehelai suara, agar gema menjadi pengisi

Di sana, tapi singgapan itu terngiang lagi

Mengurai rasa-rasa dalam rumput dan matahari

Ketersisahannya aku bawah untuk bekal di persimpangan

Antara roh dan bayang-bayang

Purwokerto, 2009



[1] Kuburan Polai di Sumenep Madura

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura