Engkau Tak Usah Menangis

sekarang matahari telah terbit
engkau tak usah menangis
melihat semesta menjadi terang
karena engkau tak akan kuat melawanmu

biarlah kami berjalan menguasai seluruh penjara
menindas kaum-kaum lemah
agar ruang ini menjadi aman
tidak! aku akan tetap di tanah air ini
berdarah melawan gelombang, dengan jiwa luka
mengasa pedang palsu, begitulah engkau maju
sedang aku pergi mengalahkan orang-orang bawah

aku berkata dalam malam
dalam getaran kata
seperti lautan menjadi neraka
menuju jakarta, keluar dari keegoisan
melalui trotoar seluruh bangsa sakit rasa

engkau kembali ke rumah masing-masing
sedang kapas kasur keluar menjadi kotor
dan kepada rakyat melihat kawan seperjuangan
engkau, kita, mereka
dengan meminta maaf dan terimah kasih
itulah yang membebaskan semua

memakai rasa penuh, bergambar bulan, bintang, matahari
lalu kutanya; mengapa tidak selalu ada
kalau semua perlu kata-kata
aku tidak perlu upah
itu hanya santunan rasa
dan tak kusesali bendera lain terlihat

aku akan selalu bersama semua, tapi
setelah perang usai nanti
berikan padaku
untuk mendengar raja kata meneriakkan kemenangan
agar aku berjalan damai
di daerah kelahiran siapa pun

entah siapa pun
aku tetap ke sana
untuk mengaduh nasib semua

tunggulah aku?

Jogja, 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura