Matroni nama Pena dari Matroni Muserang lahir dan besar di Sumenep, pengajar filsafat di STKIP PGRI Sumenep, buku antologi puisi “Aku dan Pintu, 2020”. Tahun 2017 di undang temu sastrawan Asia Tenggara (MASTERA) puisi. dan penulis puisi antologi bersama. BUKU 1. Aku dan Pintu (antologi puisi, 2020) 2. Falsafah dan Ziarah Kebudayaan (kumpulan esai, 2023) BUKU ANTOLOGI PUISI 1. Madzhab Kutub (2010) 2. Suluk Mataram (50 penyair Membaca Yogya, 2012) 3. Sauk Seloko (bunga rampai pertemuan penyair nusantara VI, 2012) 4. Satu Kata Istimewa (2012) 5. Di Pangkuan Yogya, (2013) 6. Sebab Cinta (2013) 7. Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya (2014) 8. Negeri Langit (negeri poci 5, 2014) 9. ...
Oleh: Matroni el-Moezany* Tentunya kita semua tahu bahwa kalau berbicara kelebihan, pasti semua di dunia ini memiliki kelebiha dan kekurangan, tapi di sini penulis tidak ingin melihat kekurangan dalam setia sesuatu, agar kelebihan selalu berpihak kepada kita. Sastra dalam hal ini adalah puisi merupakan ekspresi kreatif dari renungan sastrawan terhadap kehidupan masyarakat, jadi yang menjadi terekspresi bisa berupa hiburan, pencerahan, komentas atas situasi, rangkuman, potret keadaan, karikatur, symbolisme, ekspresi tragedy atau tragis dengan mini kata pertunjukan. Jadi dalam hal ini sastrawan melahirkan ide-ide pencerahan dan pembaruan. Kelebihan puisi yang bersumber pada imajinasi terletak pada kemampuannya tidak hanya menjadi model identifikasi, tapi juga bagaimana mendorong kita membuat konstruksi mengenai “aku” lebih luas dari kerangka model-model psikologi. Puisi adalah sebuah pesta atau “perayaan” dari realitas. Filsafat adalah discovery , yang lalu dipresentasikan...
Oleh: Matroni Muserang* Tulisan ini sebenarnya terinspirasi dari kegiatan yang diadakan pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura tengan tajuk “Ngaji Kebangsaan” yang menjadi penyaji Dr. K.H Maimon Syamsuddin, M,Ag dari pesantren Annuqayah daerah selatan. Kegelisahannya begini, apa hubungan antara lomba agustusan dengan kemerdekaan? Ternyata sama, saya menulis refleksi kemerdekaan yang ke-77 tahun 2022 (Matroni Muserang, Kemerdekaan: Antara Tragedi dan Komedi, 2022) isinya semarak lomba, gerak jalan, dan sederet keramaian lain yang jauh dari spirit perjuangan dan substansi kemerdekaan. Entah sampai kapan kemerdekaan ini dihiasi dengan baju game. “mati”nya substansi kemerdekaan ini sebenarnya kita yang membunuh, mengapa? Karena kita kurang belajar atau kurang ajar kalau istilahnya Kiai Maimon. Karena kurang ajar inilah kita menjadi “bodoh”. Orang bodoh itu beban negara, repot sendiri dan merepotkan orang lain, kata Kiai Maimon. Lalu bagaimana agar tidak kurang ajar? ...
Komentar