Paradigma Dualisme Sosial-Demokrasi

Oleh: Matroni el-Moezany*

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih.

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi, sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Secara numerologis, Indonesia telah 60 tahun merdeka. Tapi sebenarnya kita belum menikmati arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Kolonialisme terus berlangsung dalam fitur dan gerakan yang berbeda. Terutama kolonialisasi dalam bentuk gerakan terorisme dan ekonomi global kapitalistik yang acap kali mengabaikan sisi kemanusiaan universal. Untuk itu, kita pun mesti merdeka dari dua klausul global yang secara substansial sangat merugikan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara paradigmatik, antara terorisme dan korupsi memiliki sudut pandang berbeda. Oleh karena itu, diskursus atau ruang bangun kajian dan implikasi hukumnya pun berbeda.

Terorisme dalam arti umum yang dewasa ini menjadi kerangka pemahaman masyarakat luas adalah bentuk kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang menimbulkan kerugian bagi kehidupan orang lain, masyarakat, bangsa dan negara. Karakteristik gerakan ini selalu menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.

Untuk itu, terorisme bukan hanya merugikan secara materi tetapi juga penderitaan manusia secara psikologis. Aspek psikologis inilah sejatinya penderitaan hakiki manusia akibat gerakan terorisme itu. Sangat disayangkan dewasa ini acapkali terjadi gerakan terorisme dengan jumlah korban besar di berbagai kawasan dunia, justru saat masyarakat tengah merindukan kedamaian.

Globalisasi dan modernisasi ternyata tidak memenuhi janjinya untuk memberi kebahagiaan hidup sejati. ''Sekalipun penderitaan fisik adalah paling dasariah, namun penderitaan dalam arti kognitif dan psikis telah menuntut biaya yang terlalu mahal,'' kata Sosiolog Peter L Berger.

Hal ini diperparah pula oleh tidak lagi efektifnya pengaruh para tokoh agama dan para pemegang kekuasaan dan politik di berbagai kawasan dunia. Sehingga gerakan terorisme tidak bisa dicegah lagi. Seperti kata Donald Eugene Smith (1985): ''Ada dua senjata efektif pengendalian sosial (social control) untuk mendamaikan suatu masyarakat yang tengah bergolak, yaitu agama dan pemerintah.''

Ulama mempunyai peranan penting di bidang politik sebagaimana peranan raja di bidang keagamaan. Dengan kata lain, ulama memegang peranan penting dan strategis dalam menentukan aspek-aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, termasuk dalam struktur politik dunia yang dewasa ini tidak lagi menunjukkan independensinya.

Yang sangat mengkhawatirkan sebenarnya adalah jika gerakan terorisme itu justru dijadikan sebagai tren mode instrumen politik negara-negara tententu. Terutama negara besar dan maju di dunia untuk melakukan gerakan kolonialisme baru guna menguasai aneka sumber kekayaan alam negara berkembang dan miskin.

Hal ini bukan tidak beralasan. Merebaknya isu terorisme semenjak peristiwa peledakan gedung kembar WTC, New York dan Pentangon, 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS), telah menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa seolah peristiwa 11 September itu telah menjadi titik pijak historis awal gerakan terorisme di dunia?

Meskipun ada yang berpandangan bahwa gerakan terorisme itu berawal sejak perang dunia, penulis cenderung berpendapat bahwa terorisme itu telah ada semenjak manusia pertama ada di alam jagat raya ini meskipun dalam bentuk yang amat sederhana. Tapi realitasnya, semenjak peristiwa 11 September itulah gerakan terorisme itu berawal dan menyebar merata ke seluruh dunia.

*Penulis adalah pemerhari masalah social-budaya di Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura