Percakapan Senja

semenjak malam seakan tiada
aku pun rebah dalam silau bulan
yang juga silau dengan air mata
seperti aku yang menangis
dipersinggahan kata

aku terus berjalan
menyusuri senja-senja yang kusam
menaiki gubahan-gubahan
menikmati puisi malam

aku terus menulis puisi
untuk jiwa dan semesta ini
karena aku hidup dengan puisi
lapar dengan puisi
bahkan mati pun
aku juga dengan puisi

aku melangkah seperti kehidupan
berjalan seperti waktu
berpuisi seperti lagu
yang semuanya rebah
dalam rumpun senja-senja-an
Yogyakarta, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura