Percakapan Senja
Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany*
semenjak malam seakan tiada
aku pun rebah dalam silau bulan
yang juga silau dengan air mata
seperti aku yang menangis
dipersinggahan kata
aku terus berjalan
menyusuri senja-senja yang kusam
menaiki gubahan-gubahan
menikmati puisi malam
aku terus menulis puisi
untuk jiwa dan semesta ini
karena aku hidup dengan puisi
lapar dengan puisi
bahkan mati pun
aku juga dengan puisi
aku melangkah seperti kehidupan
berjalan seperti waktu
berpuisi seperti lagu
yang semuanya rebah
dalam rumpun senja-senja-an
Yogyakarta, 2008
Seperti Senja
seperti senja
aku pun lelah
seharian meratapi kata
untuk kusuguhkan pada puisi
lalu, tidur bersama malam, tapi
puisi yang kusandangkan
tak lepas dari kejaran waktu
untuk terus mengisi ruang kosong di matamu
keresahan seperti senja
penderitaan juga seperti senja
aku tak kuasa mengeja puisi manja
sementara aku tetap terus mengisi semesta
walau jiwa ini rasanya terurai oleh lancip
sinar matahari yang tak kubayangakan sebelumnya
pisau, tajam, katamu, tapi
tak setajam puisiku pada semesta
yang menusuk-nusuk tuhan
pada tumbuhan yang masih segar
pada luka babad-babad lalu
sepertinya luka sejarah
masih seperti senja
yang belum usai kau selesaikan hanya dengan kata, tapi
juga dengan langkah-langkah perputaran keresahan
dan ramuan rasa, sebab tidak mudah
untuk menghilangkan sinar yang masih dalam ratapan mata
Yogyakarta, 2008
semenjak malam seakan tiada
aku pun rebah dalam silau bulan
yang juga silau dengan air mata
seperti aku yang menangis
dipersinggahan kata
aku terus berjalan
menyusuri senja-senja yang kusam
menaiki gubahan-gubahan
menikmati puisi malam
aku terus menulis puisi
untuk jiwa dan semesta ini
karena aku hidup dengan puisi
lapar dengan puisi
bahkan mati pun
aku juga dengan puisi
aku melangkah seperti kehidupan
berjalan seperti waktu
berpuisi seperti lagu
yang semuanya rebah
dalam rumpun senja-senja-an
Yogyakarta, 2008
Seperti Senja
seperti senja
aku pun lelah
seharian meratapi kata
untuk kusuguhkan pada puisi
lalu, tidur bersama malam, tapi
puisi yang kusandangkan
tak lepas dari kejaran waktu
untuk terus mengisi ruang kosong di matamu
keresahan seperti senja
penderitaan juga seperti senja
aku tak kuasa mengeja puisi manja
sementara aku tetap terus mengisi semesta
walau jiwa ini rasanya terurai oleh lancip
sinar matahari yang tak kubayangakan sebelumnya
pisau, tajam, katamu, tapi
tak setajam puisiku pada semesta
yang menusuk-nusuk tuhan
pada tumbuhan yang masih segar
pada luka babad-babad lalu
sepertinya luka sejarah
masih seperti senja
yang belum usai kau selesaikan hanya dengan kata, tapi
juga dengan langkah-langkah perputaran keresahan
dan ramuan rasa, sebab tidak mudah
untuk menghilangkan sinar yang masih dalam ratapan mata
Yogyakarta, 2008
Komentar