Kutawarkan Padamu “Ayah”
Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany*
kutawarkan padamu “ayah”
sehelai cinta, kata-kata rindu dan serumpun bunga
yang lama kau tinggalkan
adakah aku merindukanmu, nanti
bila kabel cakrawala tak memperkenankan percakapan
sedang dingin cintamu yang mendiami batu-batu
kengerian jiwa masih ingin kuungkapkan
tentang cinta
bersemraut lewat kata-katamu
tapi, kutawarkan lagi padamu “ayah”
kata-kata yang mengenangi dalam sepi
walau sesobek rindu yang menjadi ruangmu
di situ, hanya ada kata-kata, pecahan rasa
serta sebuah sajak yang mungkin bisu
tentang cinta
Yogyakarta, 2008
Air Mata Ayah
kita tidak sedang manangis, tapi luka batin
dan keperihan membanjir
dengan linangan air mata
hingga tampak keramaian
dari segala semesta yang menggoda
kita persiapkan kapal diri
berlayar pada sunyi
lalu dinaikkan cintamu
dengan mengantarkan kita ke pintu
matahari
yang karam menjadi sia
sampai jejak hilang hanyut
karena tergoda dalam perangkap
kini, tinggal sejarah
kita simpan kenangan kelam
dalam kegelapan
yang tertutup dalam luka cakrawala
tapi, air mata ayah
mungkin dapat tertampung
pada muara yang sama
kini, telah menjadi sepi sendiri
makna curahan hujan
yang begitu agung, maka
tercucilah rindu
pada alunan kata yang sejuk
Yogyakarta, 2008
kutawarkan padamu “ayah”
sehelai cinta, kata-kata rindu dan serumpun bunga
yang lama kau tinggalkan
adakah aku merindukanmu, nanti
bila kabel cakrawala tak memperkenankan percakapan
sedang dingin cintamu yang mendiami batu-batu
kengerian jiwa masih ingin kuungkapkan
tentang cinta
bersemraut lewat kata-katamu
tapi, kutawarkan lagi padamu “ayah”
kata-kata yang mengenangi dalam sepi
walau sesobek rindu yang menjadi ruangmu
di situ, hanya ada kata-kata, pecahan rasa
serta sebuah sajak yang mungkin bisu
tentang cinta
Yogyakarta, 2008
Air Mata Ayah
kita tidak sedang manangis, tapi luka batin
dan keperihan membanjir
dengan linangan air mata
hingga tampak keramaian
dari segala semesta yang menggoda
kita persiapkan kapal diri
berlayar pada sunyi
lalu dinaikkan cintamu
dengan mengantarkan kita ke pintu
matahari
yang karam menjadi sia
sampai jejak hilang hanyut
karena tergoda dalam perangkap
kini, tinggal sejarah
kita simpan kenangan kelam
dalam kegelapan
yang tertutup dalam luka cakrawala
tapi, air mata ayah
mungkin dapat tertampung
pada muara yang sama
kini, telah menjadi sepi sendiri
makna curahan hujan
yang begitu agung, maka
tercucilah rindu
pada alunan kata yang sejuk
Yogyakarta, 2008
Komentar