Di Antara Dua Musim

Sajak-sajak: Matroni el-Moezany*

bisakah pagi tetap indah
sedangkan mentari tak lagi menyapa

masihkah malam memberi tenang
sedang rembulan tak lagi menampakkan wujudnya

kuingin segera berlari pada maura waktu
karena beban tak lagi kuasa kubawa
kaki yang kujejakkan pada semesta yang dulu
kuyakin mulikku
kini asing
tinggalkan aku dalam sunyi
ku menjerit dalam hening yang membisu
tiada jawaban
ku selalu bertanya

kapankah semua akan usai

terimah kasih kau telah datang malam ini, tapi
aku mohon jangan pernah beri kau jejak
jika hanya untuk berlari
cukup perih oleh waktu
yang memberiku candu
dan kutak sanggup
jika harus mengulangi

Jakarta, 2008

Cincin ST Licin

seperti biasanya
bulan malam ini bersinar
menyinari orang yang bekerja untuk agustusan, tapi
ku tak membisu untuk bertanya pada bulan ini
seperti apa keindahanmu
hingga banyak orang menghiasimu
dengan bendera merah putih

hari kemerdekaan, katanya
hari yang bersejarah, lalu?

aku pun berlalu dalam sepi
memberi jejak untuk kau singgahi
sekarang dan selamanya

terimah kasih kau telah memberi aku baju
untuk merayakan kemenanganku hari ini, tapi
aku mohon jangan beri aku jejak
untuk melupakan sejarahmu
cukup puisi memberi
jawaban atas semuanya
karena aku tak biasa mengurai kata
di atas nasi berdasi

Yogyakarta, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Tari India Yang Sarat Spiritualitas