Malam Kutemukan Neraka
Malam Kutemukan Neraka
para penyair harus di kutuk
karena malam kutemukan neraka
sajakku bagai bulan, pecah
jadi sepuluh di senja petang
perjalanan bagai bulan tersebar itu
di huruf-huruf sajakku
waktu sudah seperti aku
kadang pecah jadi sembilan, jadi sebelas
bahkan jadi abu yang tak kumengerti
untuk apa kutulis dalam lembar semesta
bila sesuatu itu tak ada dalam waktu
Sumenep-Nganjuk, 2008
Senandung Percakapan
senandung percakapan
yang tak pernah kalong dari perjalan rasa
kuberjalan dari langit membawa luka dan neraka
kulihat dipertengahan sabtu malam
ada rembulan terlihat separuh
ada yang melihat waktu
karena takut terlambat
di pagi yang telah lewat
padahal
sebentang semesta
belum selesai aku tawarkan pada bunga
Sumenep, 2008
Seusai Kata
seusai kata
apa arti puisi ini
di kala waktu mundur
serumpun angin cakrawala
menggiring menjadi bayang-bayang
titian panjang
di sela reroncean hutan
tenggelem pada lutut waktu
jadi masa di tepi yang bukan tepi
Sumenep, 2008
Aku Tak Menyelam Pada Puisi
Tuhan, waktu, kata, semesta, angin
seperti tak peduli
hingga aku tak percaya
bahwa puisi lahir dari kata-kata
aku tak menyelam pada puisi dalam samudera
tidak memasang jaring yang termaktup di dalamnya
aku memasuki cakrawala yang kau bayangkan
jangan buang waktu
bila tidak punya jembatan pada kata-kata
Sumenep-Nganjuk-Jogja, 2008
Kubertemu, Tak Mau
bila benar kau serahkan rindu
pintu malam segera terbuka
mengeluarkan rasa yang tersenyap
di bulan ke tuju kau tak mau merindu
aku, menyerakan seluruh puisi
yang pernah kau simpan
dalam buku harian
dan catatan waktu
tapi
kau tak mau mengerti bahwa
penantian itu menyakitkan
hari-hari kau buang
pada sampah yang tak terurai
sementara rasaku melunta
di kertas dan cakrawala
seakan tetes tangis
sesungguhnya, tidak!
tapi
aku ingin bertemu saja
kurasa perlu membuka mata dan wajahmu
karena kau bertemu, aku pun mau
Yogyakarta, 2008
para penyair harus di kutuk
karena malam kutemukan neraka
sajakku bagai bulan, pecah
jadi sepuluh di senja petang
perjalanan bagai bulan tersebar itu
di huruf-huruf sajakku
waktu sudah seperti aku
kadang pecah jadi sembilan, jadi sebelas
bahkan jadi abu yang tak kumengerti
untuk apa kutulis dalam lembar semesta
bila sesuatu itu tak ada dalam waktu
Sumenep-Nganjuk, 2008
Senandung Percakapan
senandung percakapan
yang tak pernah kalong dari perjalan rasa
kuberjalan dari langit membawa luka dan neraka
kulihat dipertengahan sabtu malam
ada rembulan terlihat separuh
ada yang melihat waktu
karena takut terlambat
di pagi yang telah lewat
padahal
sebentang semesta
belum selesai aku tawarkan pada bunga
Sumenep, 2008
Seusai Kata
seusai kata
apa arti puisi ini
di kala waktu mundur
serumpun angin cakrawala
menggiring menjadi bayang-bayang
titian panjang
di sela reroncean hutan
tenggelem pada lutut waktu
jadi masa di tepi yang bukan tepi
Sumenep, 2008
Aku Tak Menyelam Pada Puisi
Tuhan, waktu, kata, semesta, angin
seperti tak peduli
hingga aku tak percaya
bahwa puisi lahir dari kata-kata
aku tak menyelam pada puisi dalam samudera
tidak memasang jaring yang termaktup di dalamnya
aku memasuki cakrawala yang kau bayangkan
jangan buang waktu
bila tidak punya jembatan pada kata-kata
Sumenep-Nganjuk-Jogja, 2008
Kubertemu, Tak Mau
bila benar kau serahkan rindu
pintu malam segera terbuka
mengeluarkan rasa yang tersenyap
di bulan ke tuju kau tak mau merindu
aku, menyerakan seluruh puisi
yang pernah kau simpan
dalam buku harian
dan catatan waktu
tapi
kau tak mau mengerti bahwa
penantian itu menyakitkan
hari-hari kau buang
pada sampah yang tak terurai
sementara rasaku melunta
di kertas dan cakrawala
seakan tetes tangis
sesungguhnya, tidak!
tapi
aku ingin bertemu saja
kurasa perlu membuka mata dan wajahmu
karena kau bertemu, aku pun mau
Yogyakarta, 2008
Komentar