Dikejauhan Sana
Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany*
Dikejauhan Sana
dikejauhan sana
kuberkelana dalam jahitan airmata
menutupi segala semesta
mengarungi jalanan rasa
habis waktu dalam tepi
hingga kutenggelam ke dasar malam
Yogyakarta, 2008
Di Tepi Senja
di tepi senyum kududuk
merajai kata
sementara resah
melihat jauh yang begitu lepas
Ada yang lewat udara
lewat rasa
lewat muka
Aku terus berdiam meratapi kelepasan
menghiasi ketertinggalan
Aku tak mengerti
apakah karena dosa atau cahaya tuhan
hingga tak diinginkan pergi dalam lepas
Aku Tak Mengerti, mungkinkah?
Yogyakarta, 2008
Diam
Berminggu kuberdiam
Dengan pisau di jiwa
Dengan kata dicakrawala
Dengan senyum di mata
Dengan rumpun bahasa
Menyelam mencari dasar arti
Yang mungkin lekat pada batu-batu
Yogyakarta, 2008
Kuingin Lepas dari Kata
buat R.D
aku ingin lepas
dari katamu yang menjijikkan itu
hingga kau tak berkata pada siapa pun
kecuali pada diri yang satu
Terimah kasih kau tahu tentang malam
yang aku resahkan selama ini
Selama kau terselip dalam kenihil-an
kau hanya diam, andai aku tahu itu
sungguh kumerasa kecewa
bahkan kulepas
buat apa menyimpan kata
yang menjijikkan
untuk kau sampaikan pada cahaya
Kejujuran adalah puisi
keterdiaman sungguh menjijikan
apa kau tak mengerti?
Pastilah kau tak mengerti
dalam matamu yang lembut bagai malam
terimah kasih kau tahu tentang malamku!
Yogyakarta, 2008
Semesta Satu, Menangis Satu,
Menjadi Aku
Ketika aku menuju bulan pertama
langit menjerit dan muntah-muntah
dan kau menjanjikan untuk singgah
Bis datang terisi beribu dendam
pada bangsa yang diam
langit suram, tiada lagi sosok merayu
kudengarkan satu puisi, untukmu
untuk seluruh hidupmu
ada air mengalir, darah yang anyir
akhirnya air…air… air…yang melarutkan semua zaman
melahirkan kezaliman, putus di pucuk cemara
kau selalu malu menemui rindu
yang dikandung batu
Lalu, kutegaskan senangis jerit
waktu yang larut dalam Satu
cakrawala senja menjadi saja
semesta satu, menangis satu
menjadi aku yang satu
Yogyakarta, 2007
Dikejauhan Sana
dikejauhan sana
kuberkelana dalam jahitan airmata
menutupi segala semesta
mengarungi jalanan rasa
habis waktu dalam tepi
hingga kutenggelam ke dasar malam
Yogyakarta, 2008
Di Tepi Senja
di tepi senyum kududuk
merajai kata
sementara resah
melihat jauh yang begitu lepas
Ada yang lewat udara
lewat rasa
lewat muka
Aku terus berdiam meratapi kelepasan
menghiasi ketertinggalan
Aku tak mengerti
apakah karena dosa atau cahaya tuhan
hingga tak diinginkan pergi dalam lepas
Aku Tak Mengerti, mungkinkah?
Yogyakarta, 2008
Diam
Berminggu kuberdiam
Dengan pisau di jiwa
Dengan kata dicakrawala
Dengan senyum di mata
Dengan rumpun bahasa
Menyelam mencari dasar arti
Yang mungkin lekat pada batu-batu
Yogyakarta, 2008
Kuingin Lepas dari Kata
buat R.D
aku ingin lepas
dari katamu yang menjijikkan itu
hingga kau tak berkata pada siapa pun
kecuali pada diri yang satu
Terimah kasih kau tahu tentang malam
yang aku resahkan selama ini
Selama kau terselip dalam kenihil-an
kau hanya diam, andai aku tahu itu
sungguh kumerasa kecewa
bahkan kulepas
buat apa menyimpan kata
yang menjijikkan
untuk kau sampaikan pada cahaya
Kejujuran adalah puisi
keterdiaman sungguh menjijikan
apa kau tak mengerti?
Pastilah kau tak mengerti
dalam matamu yang lembut bagai malam
terimah kasih kau tahu tentang malamku!
Yogyakarta, 2008
Semesta Satu, Menangis Satu,
Menjadi Aku
Ketika aku menuju bulan pertama
langit menjerit dan muntah-muntah
dan kau menjanjikan untuk singgah
Bis datang terisi beribu dendam
pada bangsa yang diam
langit suram, tiada lagi sosok merayu
kudengarkan satu puisi, untukmu
untuk seluruh hidupmu
ada air mengalir, darah yang anyir
akhirnya air…air… air…yang melarutkan semua zaman
melahirkan kezaliman, putus di pucuk cemara
kau selalu malu menemui rindu
yang dikandung batu
Lalu, kutegaskan senangis jerit
waktu yang larut dalam Satu
cakrawala senja menjadi saja
semesta satu, menangis satu
menjadi aku yang satu
Yogyakarta, 2007
Komentar