30 Maret
Sajak-sajak: Matroni el-Moezany*
30 Maret
Wahai pembawa bulan
untuk jiwa
menjadi sinar yang
menyala dalam gelap garam semesta
Yang selalu memikirkanmu
di tempat yang belum kau mengerti
Tak terasa kau lakukan
melintas curam dan kematian
untuk membayar bagi yang sedia pergi
mencari adat-adat malam
Dengan bahagia
kukorbankan hidup
bagi utusan rasa
Yogyakarta, 2008
Hening
Hening datanglah
Agar jiwa ini
Melihat kesetiaan
Dalam ikatan cinta
Seperti bintang-bintang
Yang merelakan dirinya
Di tengah keheningan
Yogyakarta, 2008
Titipan
Sejenak rasa
kutitipkan pada malam
hingga aku tak mengerti apa itu kata
dan apa itu duka
Mungkinkah satu rasa
ada dua keadaan?
Aku takut dia merana
karena satu kata
Aku takut dia senyum
karena satu rasa
pada sebuah rumpun kelam
Yogykarta, 2008
Embun
Tentunya pagi
yang bisa memberi embun
bagi perut lapar
Betapa tidak
semalaman kau mengadu
pada pemilik waktu
hingga wajar kalau
kau merasa puas dengan aku
Yogykarta, 2008
Tersiksa
Pagi
semua adalah api
pada cadas ke-lembut
berupa kata manis
yang singgah
antara wajah bulan dan matahari
adakah sesuatu yang kau mengerti?
Setelah semuanya usai
di atas batu nisan
aku masih berharap
pada batu yang bisu
batu-batu gersang
yang tanpa nama
di balik kovermu
yang kata orang cantik
Aku tak bisa berkata
di bawah pohon sendu
yang merumpun duka
hidup bukanlah apa, tapi
rasa dan bicara
pada samudera
yang tak kau mengerti
Yogyakarta, 2008
30 Maret
Wahai pembawa bulan
untuk jiwa
menjadi sinar yang
menyala dalam gelap garam semesta
Yang selalu memikirkanmu
di tempat yang belum kau mengerti
Tak terasa kau lakukan
melintas curam dan kematian
untuk membayar bagi yang sedia pergi
mencari adat-adat malam
Dengan bahagia
kukorbankan hidup
bagi utusan rasa
Yogyakarta, 2008
Hening
Hening datanglah
Agar jiwa ini
Melihat kesetiaan
Dalam ikatan cinta
Seperti bintang-bintang
Yang merelakan dirinya
Di tengah keheningan
Yogyakarta, 2008
Titipan
Sejenak rasa
kutitipkan pada malam
hingga aku tak mengerti apa itu kata
dan apa itu duka
Mungkinkah satu rasa
ada dua keadaan?
Aku takut dia merana
karena satu kata
Aku takut dia senyum
karena satu rasa
pada sebuah rumpun kelam
Yogykarta, 2008
Embun
Tentunya pagi
yang bisa memberi embun
bagi perut lapar
Betapa tidak
semalaman kau mengadu
pada pemilik waktu
hingga wajar kalau
kau merasa puas dengan aku
Yogykarta, 2008
Tersiksa
Pagi
semua adalah api
pada cadas ke-lembut
berupa kata manis
yang singgah
antara wajah bulan dan matahari
adakah sesuatu yang kau mengerti?
Setelah semuanya usai
di atas batu nisan
aku masih berharap
pada batu yang bisu
batu-batu gersang
yang tanpa nama
di balik kovermu
yang kata orang cantik
Aku tak bisa berkata
di bawah pohon sendu
yang merumpun duka
hidup bukanlah apa, tapi
rasa dan bicara
pada samudera
yang tak kau mengerti
Yogyakarta, 2008
Komentar