Singgasana

Sajak-sajak: Matroni A el-Moezany*

Jurang zaman telah jatuh pada waktu
terkulai dikerajaan singa
zaman itu sebuah ruang
terisi warna dan waktu
melekat pada singgasana

Kiranya malam tak ada di sana
pada sinar jiwa yang gelap
mungkinkah surau akan jadi hari?
tanya itu sebuah mimpi
menjadi bunga
dikedalaman mata

Waktu terus berlaju
seperti kapal berlayar bersama samudera
bayu hilir kian larut di sumbu cinta
munginkah dikedalaman itu
kau sadar sebuah kata yang belum selesai
terakit menjadi puisi?

Akhirnya kau sadar
Tenyata kau adalah "Aku"

Yogyakarta 2008

13+28=4

Di ruang ragam ini
dunia menjadi semesta ketakterbatasan
pada lembar kanvas putih
tergenang seperti tinta
tertanam seperti bunga
kadang menjadi cinta
kadang menjadi hampa
dan akhirnya menjadi rasa

Yogyakarta 2008

Matahari Aku Mau Pergi

Matahari aku mau pergi
aku ingin sinarmu menjadi baju baru
tapi tak punyak uang, ibuku masih jauh di sana
sedang ayah hanya bisa kubayangkan
bolehkah, matahari, kutitipkan baju ini sehari?

Matahari tertegun, masihkah ada yang butuh
baju yang kusam di antara rerumpun warna-warni
baju lipstikkan
matahari telanjang, mengenakan pada peminta
yang sering muram durja di trotoar malam
matahari sendiri, rela telanjang,
bagi tanpa ruang dan tak punya pulang

Yogyakarta, 2008

Keabadian Bibirmu

Keabadian bibir dalam zdikir
seperti semak yang membaja
senantiasa basah
menghisap segala petualang jiwa
dikejauhan matahari

Hijau rapuh dijejak masa
tumbang hingga malam
aku mengira, telapak kakiku
tak lagi ada kata
yang harum meredup
pada bibirmu

Kala siang hari memberontak sepi
hutan menguncup, bunga bermekaran
melebur pada semak di bibirmu
yang tak hanya tajam, tapi berdarah
yang menjadi senyum
sementara daun bibirmu
terkejut menguyahkan sesemi A, Ba, Ta
yang berulang-ulang
jadi waktu dan kamu
jadi bahasa, habis
dan sebatas zdikir

Yogyakarta, 2008

Dari Kata Tercipta Tuhan

kataku melesat diapit dua samudera
cakrawala mati di jiwamu
sementara laut beku di pikiranmu
air dan tanah bertemu, di ujung mataku
bulan tenggelam, waktu berhenti, kauaku
tak bisa berpuisi, kecuali lepas
aku pergi kau tak datang juga
tuhan diam
dosa terbayar
manusia
fana

Yogyakarta, 2008

*Penyair Kelahiran Sumenep, aktif kajian sastra dan budaya kutub Yogyakarta, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), Antologi "Sebuah Tanya di Ladang Sunyi (2005)". Aktif di komonitas Lingkarang ‘06’ . Tulisannya di publikasikan di media, baik lokal maupun nasional. Tinggal di Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani