Kesejukan, Itukah Aku

Sajak-sajak : Matroni A el-Moezany*


Dari kata yang memukau
dan menyuburkan tanah
kutanami bunga yang anggun
lalu kau menangis lagi
gelisah di tengah sawah
juga sepanjang sejarah
huruf harapan tiada waktu
tanpa biji kecuali liur
tanpa pupuk kecuali risau

Aku tahu, kau tak mengerti
tiada waktu, mewaktu
kala sinar yang kita buahi
tak ada semesta
kecuali satu, kesejukan
dimana rumahmu berpeta
kita segera tahu
tiada guna tanah yang tak bercacing
dan kering
kau boleh menangis
begitu pun kau memperbolehkan aku menangis
lalu kau buta bilang dalam jiwa, untukku
tiada lagi tepi, yang kau beri padaku
cacing adalah kesejukan
kesejukan adalah cacingku
ibu risau dengan segala risaumu

Semesta ini lembut
saburan airmata pada tanah
dan kuburan miring tempat kita
berkalang dalam ulat

Yogyakarta, 2008

Inginkah?

Kalau kuingin mengatakan ingin
Tapi, kau tidak tahu
Apa arti sebuah bunga atau yang lain

Yogyakarta, 2008

Di Tubuh Senja

Senja yang berdiam
Celurit di sebuah ketika adalah uratku

Yogyakarta, 2008

Pizza di Pagi Buta
senyum pagi?

Kengerian jiwa
yang tak kau mengerti, apa?
adalah tanda keberhentian waktu

Yogyakarta, 2008

*penyair kelahiran Sumenep, 03 Maret 1985, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), aktif di lesehan sastra budaya kutub Yogyakarta, sekarang tertatat sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, aktif menulis di media lokal dan nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani