Kesaksian
Sajak-sajak: Matroni A el-Moezany*
Kesaksian
Bila mata menjadi saksi
Dimanakah kau selipkan kata-kata
Bila kata-kata menjadi saksi
Dimanakah kau selipkan rasa
Bila rasa menjadi saksi
Dimanakah kau selipkan tingkah
Yogyakarta, 2008
Kosong
Inilah semesta yang kubawa dari desa ke kota
di sana aku menyimpan rasa, rintik dan hujan
sebentuk waktu dari malam yang kosong
bukalah, semesta
bukalah……
Wahai atas yang bernanah, izinkan mata agar luka
tak membuat risau
Nanah gersang biarlah gersang
lihatlah cinta jadi sunyi dan
rindu benar mati seiring rempah-rempah
Disini,
wajah desa laksana wanita gelisah
ayat-ayat sampah, berlalu-lalang
ah, masih adakah jembatan antara mimpi ke plaza
Waktu pergi seperti terlepas dari hadapanku
sementara langkahku hilang di jalan
Mungkin aku sudah menjadi hantu
diantara gedung-gedung di tepi jalan
di puisi laparku, sepasang kata tumbuh
setinggi puisi, setingggi cintaku, padamu….
Yogyakarta, 2008
Di balik jauh yang terlalu
Di balik jauh yang terlalu
kuhirup masa pada waktu basah
Jika rasa dan basah
di ladang luas
kutebar mata untuk melihat
kejenuhan yang lembut
Bila matahari menghilang, maka
hilang pula aku
bila aku menghilang, maka
hilang pula rasa
Matahari tetap erat memegang diri
semesta tak akan sempurna kau eja
karena semesta punya dua lisan
jiwa dan rasa
Akan kuharap rahasia terdalam
di surau sunyimu
Yogyakarta, 2008
Sejenak Kata
Maka, sejenak kata
di rasa pada bahasa
mengalir seumpama air
di atas pusara
Pada gubahan titik labirin
yang tak tersentuh
mungkinkah terbaca?
Yogyakarta, 2008
Ruang Baca
Bila sebuah malam
berada dalam ruang baca
tak ada buah ranum
Padamu ada serumpun matahari
juga, matahari ada serumpun rembulan
pada titik-titik yang tak kau sadari
bahwa dia ada dalam adamu
Yogyakarta, 2008
Kesaksian
Bila mata menjadi saksi
Dimanakah kau selipkan kata-kata
Bila kata-kata menjadi saksi
Dimanakah kau selipkan rasa
Bila rasa menjadi saksi
Dimanakah kau selipkan tingkah
Yogyakarta, 2008
Kosong
Inilah semesta yang kubawa dari desa ke kota
di sana aku menyimpan rasa, rintik dan hujan
sebentuk waktu dari malam yang kosong
bukalah, semesta
bukalah……
Wahai atas yang bernanah, izinkan mata agar luka
tak membuat risau
Nanah gersang biarlah gersang
lihatlah cinta jadi sunyi dan
rindu benar mati seiring rempah-rempah
Disini,
wajah desa laksana wanita gelisah
ayat-ayat sampah, berlalu-lalang
ah, masih adakah jembatan antara mimpi ke plaza
Waktu pergi seperti terlepas dari hadapanku
sementara langkahku hilang di jalan
Mungkin aku sudah menjadi hantu
diantara gedung-gedung di tepi jalan
di puisi laparku, sepasang kata tumbuh
setinggi puisi, setingggi cintaku, padamu….
Yogyakarta, 2008
Di balik jauh yang terlalu
Di balik jauh yang terlalu
kuhirup masa pada waktu basah
Jika rasa dan basah
di ladang luas
kutebar mata untuk melihat
kejenuhan yang lembut
Bila matahari menghilang, maka
hilang pula aku
bila aku menghilang, maka
hilang pula rasa
Matahari tetap erat memegang diri
semesta tak akan sempurna kau eja
karena semesta punya dua lisan
jiwa dan rasa
Akan kuharap rahasia terdalam
di surau sunyimu
Yogyakarta, 2008
Sejenak Kata
Maka, sejenak kata
di rasa pada bahasa
mengalir seumpama air
di atas pusara
Pada gubahan titik labirin
yang tak tersentuh
mungkinkah terbaca?
Yogyakarta, 2008
Ruang Baca
Bila sebuah malam
berada dalam ruang baca
tak ada buah ranum
Padamu ada serumpun matahari
juga, matahari ada serumpun rembulan
pada titik-titik yang tak kau sadari
bahwa dia ada dalam adamu
Yogyakarta, 2008
Komentar