Jembatan Bambu
Sajak-sajak: Matroni A el-Moezany*
kedatangan di atur
air dibawa jadi mundur
menjulur
Dari bawa beralun sendu
bayi dan lelaki tahunan
Kini tinggal sampah
dan kuburan tersisa
sampai tiada lagi tarian
air tak mengalir
kali mengendap pergi
tak satu mengerti
hanya satu
bukan waktu
bukan jembatan bambu
………………….?
Yogyakarta, 2008
Dalam Puisi Malam
Malam kutemukan rasa
pada detak retak waktu
disibakan kata-kata
Malam dihidangkan pada nyamuk
ciumi darah di ruang kelana
di musim yang tak kukenal
dan semesta orangorang
Pada malam jiwa
kutemukan biji waktu
yang tak bergerak
hingga beku menjadi batu
yang tanpa lagu dan lugu
tanpa puisi dan dasi
yang ada sepi tak berwaktu
Yogyakarta, 2008
Kertas Malam
Sesekali waktu berlembar
disamping kanankiri
tertuliskan nada kejauhan
yang tak kudengar
Kedalaman telinga
terasuki hembusan angin
yang tak mampu berdiri
dalam kesendirin kertas malam
Seakan kegelapan
memanjang didepanku
hingga tiada arah
yang berhaluan
mencari waktu
yang tak terdapat
di dalam kata
Sudah saatnya
melewati jembatan
merayu ribuan nyawa
untuk merambah dunia maya
kaki retak gara-gara waktu
tak lagi merana menangis
dalam dekapan silau
di tengah rumpun lampulampu
Yogyakarta, 2008
Kata Seribu Masalah
Waktu laksana sinar
yang membanjiri hatiku
semua kegelapan
dan keraguan mati
Kau lebih suka matahari
daripada bulan
karena matahari lebih terang? Dan
bulan samar berkabut, tapi
kau harus berjalan
bersama bulan tiap hari
hingga kata menjadi daging
daging kuburan
yang terlepas dari kematian
Yogyakarta, 2008
Insomnia
Aku ingin tidur malam
mengapa kau dekap aku
dengan sibakan luas semesta
apakah matamu tidak melihat
bahwa aku tak sendiri
melawan sepi
Yogyakarta, 2008
*Penyair Kelahiran Sumenep, aktif kajian sastra dan budaya kutub Yogyakarta, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), Antologi "Sebuah Tanya di Ladang Sunyi (2005)". Aktif di komonitas Lingkarang ‘06’ . Tulisannya di publikasikan di media lokal maupun nasional. Tinggal di Yogyakarta
kedatangan di atur
air dibawa jadi mundur
menjulur
Dari bawa beralun sendu
bayi dan lelaki tahunan
Kini tinggal sampah
dan kuburan tersisa
sampai tiada lagi tarian
air tak mengalir
kali mengendap pergi
tak satu mengerti
hanya satu
bukan waktu
bukan jembatan bambu
………………….?
Yogyakarta, 2008
Dalam Puisi Malam
Malam kutemukan rasa
pada detak retak waktu
disibakan kata-kata
Malam dihidangkan pada nyamuk
ciumi darah di ruang kelana
di musim yang tak kukenal
dan semesta orangorang
Pada malam jiwa
kutemukan biji waktu
yang tak bergerak
hingga beku menjadi batu
yang tanpa lagu dan lugu
tanpa puisi dan dasi
yang ada sepi tak berwaktu
Yogyakarta, 2008
Kertas Malam
Sesekali waktu berlembar
disamping kanankiri
tertuliskan nada kejauhan
yang tak kudengar
Kedalaman telinga
terasuki hembusan angin
yang tak mampu berdiri
dalam kesendirin kertas malam
Seakan kegelapan
memanjang didepanku
hingga tiada arah
yang berhaluan
mencari waktu
yang tak terdapat
di dalam kata
Sudah saatnya
melewati jembatan
merayu ribuan nyawa
untuk merambah dunia maya
kaki retak gara-gara waktu
tak lagi merana menangis
dalam dekapan silau
di tengah rumpun lampulampu
Yogyakarta, 2008
Kata Seribu Masalah
Waktu laksana sinar
yang membanjiri hatiku
semua kegelapan
dan keraguan mati
Kau lebih suka matahari
daripada bulan
karena matahari lebih terang? Dan
bulan samar berkabut, tapi
kau harus berjalan
bersama bulan tiap hari
hingga kata menjadi daging
daging kuburan
yang terlepas dari kematian
Yogyakarta, 2008
Insomnia
Aku ingin tidur malam
mengapa kau dekap aku
dengan sibakan luas semesta
apakah matamu tidak melihat
bahwa aku tak sendiri
melawan sepi
Yogyakarta, 2008
*Penyair Kelahiran Sumenep, aktif kajian sastra dan budaya kutub Yogyakarta, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), Antologi "Sebuah Tanya di Ladang Sunyi (2005)". Aktif di komonitas Lingkarang ‘06’ . Tulisannya di publikasikan di media lokal maupun nasional. Tinggal di Yogyakarta
Komentar