Pulau Bahagia Berbunga

Luka Siang, Terluka

bila cinta meluka, jendela di mata, pada tepi dan tangan,
wajah tersorak, burung ranting kering, mengisi luka,
hitungan air mata, dari gelap langit, bintang termain mata,
terenggut sengkarut daun mekulai,

Ia, tak menegurmu, pada waktu terampas masa,
dalam bising angin membisu, roncek kering,
nampak kerontang, menata retak batang-batang,

Di bibir mataku, berduka, hitung rumpun warna,
sedikit tertepi sebuah rektor dengan bunga dan parkir kecil
mengisakku seorang perempuan, melukai,
sebelum sempat terobati,

Kutunggu angin, menderu di puncak cadas pinus,
terkirim pelita ringkik untukmu, cinta atau tercinta merintih,
masih memanggil darah, seorang tercinta,
dikejauhan kepulangan,

Menunggu, pergantian waktu bisu,
mengenangkan patung, tak terganti bersemayamnya,

Mata ke atas, terbuka kenang, memusiumkan
dan cinta terkata mati, cahaya waktu bersama para rasa,
menjelma sinar, kelukaan, terbaring lagi di pelupuk asal,
lantaran ingatan desember bergembira,

Luka dan matahari, segala sama,
laut gersang ini, yang jauh akan kembali
tersambut nenek dan bocah bermata di sudut jiwa sembari berbibir,
"nek siapa nama asli cinta itu, kapan dia terluka?"

Yogyakarta 2007

Luka Waktu, Meluka

Langit mati, pertemuan hanya pertemuan,
surat dan do’a terbungkus kereta, tembang tengah disuguhkan
mati kehausan, hujang siang, kali angin, di tepi mata retak,
lagu sutra, sejak kenapa? Penantian kabar negeri kapal karam,

Waktu terusir tersambut senja, bermain layang,
luka waktu, terkubur malam,
di atas bunderan sebuah kursi, kemarin

Masih di tepi waktu, luka, menangis
luka-luka itu kemana?

Yogyakarta 2007

Luka Kata, Terkata

yang terusir masa, aku sambut wajahmu,
pada mahkota bola, kata, lukamu, lukaku, kata,
sunyi, melukis lima bulan, terlukis,
tertanam keutuhan, kini terluka waktu, sebab waktu,

Kelahiran masih terluka,
setangkai dalam surat cinta kutulis, kapal tergulung,
menyusul nahkoda biru di dasar kata,
luka kata, butir putih tertulis huruf dan kata, menagih janji,

Dekat kata dan mimpi, setangkai kata tanpa bunga,
menelan benci dan masa, tumbuh layu abu,
musim menyirami sejuta kata-kata kering,

Cinta, jangan lahir kata luka, lorong waktu menyala,
membawa oleh-oleh sejarah biru, bertikai tanpa darah-berdarah,
dorong gerobak masa, di dasar linkarang kata,
kita berdo’a datangmu kesejukan,

Auramu, berpeta garis-garis,
negeri di bangun dekat perbatasan antara luka dan kata,

Yogyakarta, 2007

Pulau Bahagia, Berbunga

Belum
Yogyakarta, 2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani