Seniman Organik: Sebuah Upaya Penyadaran
Oleh: Matroni Musèrang* “Orang yang tidak mampu menikmati merdunya suara dan indahnya notasi musik, maka adanya sama dengan tidak ada, sekali pun hidup, ia mati adanya”. Rangkaian kata yang dilantunkan oleh Syaikh Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Hikmah fi Makhuqatillah sebagai pembuka tulisan saya yang ingin menanggapi tulisan Syah A. Lathif di Jawa Pos Radar Madura pada hari Minggu 2 September 2018 “dari ladang jagung; mencari Praktik seni Penyadaran” membuat pikiran gelisah dan risau akan eksistensi seni yang “ada” di tanah Sumenep. Mengingat seni sebuah keahlian membuat karya berkualitas dan keahlian yang luar biasa. Dalam konteks ini tentu kita membutuhkan keseriusan untuk terus dan selalu belajar dan menerjemahkan seni di ranah realitas seperti yang ditulis oleh Syah A. Lathief (selanjutnya Lathief) bukan mudah kita membuat pertunjukan yang mampu menghipnotis banyak orang dan mampu menghidupkan desa yang sepi seperti di desa Nyapar. Seni dan budaya sebagai hak dan keka...