Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany

Cerita Dari Cakrawala

Cakrawala, kau menyimpan ukuran tak terbatas dan mataku yang kau genangi, dengan sabar aku menunggu satu-satu aku baca, kutata helai kertas yang setia menyimpan ukuran-ukuran, dulu seorang penyair perempuan pernah menyulamnkkan kisah yang tak berakhir sampai sekarang, selembar kertas itu sudah terlalu ada dengan sendu yang tak sampai kemana-mana

Di bukunya, buku kecil di hulu kasurnya, ia jemput cakrawala, malu-malu, kau pegang, ia tuliskan di sehelai kertas sebagai mata yang senantiasa menorehkan cerita cinta

Kau bahkan tak mengerti menyuguhkan cerita apa, tapi hatimu selalu resah dengan kata-kata

Jogja, 2011


Hikayat Lembaran Merapi

Lembaran hari sebentar lagi akan sempurna, pohon-pohon di tanam, hijau indah tanpa laksana, hanya langit mengepungnya, pada cela kali berbatu ngilu, rerantingnya tertangkap hujan beku, pohon alpokat menghijau menagih rindu, di rerantingnya tertulis ribuan anak daun, dari akar gerimis bertaburan

Sebelum tarian daun jatuh, membumi, menguburkan waktu, lembaran daun itu sebentar lagi sempurna, tertutup hijau daun dan kelopak bunga,

Daun-daun itu mengikuti irama angin, jatuh, terbang, ke cakrawala, menjadi awan hujan,

Bangunan mimpi menjadi hijau, terasa penuh dengan masa dinamika

Jogja, 2011



Ramuan Kehidupan

Keberuntungan dan kebetulan
Aku menemukan sajak dan cinta
Perjalanan dan semesta
Cakrawala dan kata-kata

Dari tubuh keringat kehidupan, rumuan menebar di udara, jiwaku menangkapnya dalam terpaan-terpaan senja, merasuk ke celah hidupku, menjelma pertanda, ladang raya, pikiranku, mencoba membaca, mendekati, hidup juga ramuan itu, mungkin emas atau matahari yang menempel di ranting jari-jarimu yang indah serupa matamu, tapi ramuan itu minggiring jiwaku ke ladang sunyi yang lain
Reranting yang dulu ada menawarkan haus jiwaku.

Aku diam, ingat ibu, lalu doaku terlantun dengan suara pelan, lengan terbuka, dan kaki berjejak mengikuti anginku

Entah kabar selanjutnya, apakah harum akan terdengar di udara, dengan harap semua doa menancap di Allah, aku ingin doa itu berbuah dihidupku, matang dalam nafas-nafasku, dan sedenting jari-jari saat membelaimu dan memetik buah-buah kehidupan

Jogja, 2011

Teras Rumah

di terus rumah itu, sendiri di senja, ia ayun-ayunkan pikiran, berbincang dan setiap ayunan tubuh kenangan serasa bermain

ia memandang ke masa dulu, melihat matahari, jatuh ke senja di tepi rumahnya, meluncur ke alun-alun Pengok

bisu ia selalu, sinar senja menukar manja,
rasanya pernah kujejaki suara muda
dalam usiamu yang pasrah
pasti matamulah yang memandang ke jeram lalu,
ia terlihat angin menghelai rambut putihnya
yang terselip di leher renta

di rumah itu, dia terlihat sendiri, entah sendiri?
Berdua dengan jiwa, bertiga dengan senja, berempat dengan waktu, berlima dengan telivisi, bersendiri dengan usia

Suatu senja aku lewat, tapi tak ada waktu di sana,, ia adalah cinta alam yang berwujud “ia” melawan usia

Selepas senja ia pulang ke ranjang dan membiarkan rumah kosong, siapa tahu senja berulang kembali memasuki lubang genteng seperti doa yang tak sempat ia pinta

Jogja, 2011


WAKTU

Sebentar lagi waktu akan tiba di matamu
Seperti matahari yang hinggap di pagi

Dua waktu lagi akan sampai di senjamu
Semoga semakin lembab jeritmu

Siapakah engkau yang berlinang di waktuku
Aku setetes linang yang berasal dari tangismu

Tiga waktu lagi aku tiba di rumahmu
Suguhi aku, makani aku, minumi aku, dalam doamu

Empat waktu lagi aku tiba di janjimu
Peganglah, kuatlah, kapan dimana atau kapan pun

Enam waktu lagi aku tiba di hidupmu
Nafasi aku, sirami aku, dalam airmatamu

Tujuh waktu lagi aku tiba di puncakmu
Menangisi, di lemahi, di hina aku, di cibiri aku
Karena aku tak ada apa-apanya daripada waktuku

Jogja, 2011

*Penyair, lahir di desa Banjar Barat, Gapura, Sumenep. Aktif menulis di media massa baik lokal maupun nasional. Buku antologi bersamanya adalah “Puisi Menolak Lupa” (2010) “Madzhab Kutub” (2010) dan Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010 Dewan Kesenian Jatim. Kini tinggal di Demangan, Yogyakarta. Hp; 085233199668

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura