Bahasa Sederhana dalam Malam

telah kau sandingkan malam dengan purnama
malam yang datang bersuara rindu
mendengar ringkik kaki bersepeda
seperti hendak merelakan musikmu
malam ini aku bersamamu
aku tatap rembulan seakan mengenalku
apa yang ngeri di jiwa
pelan dan sejuk kau sampaikan guguran kata di luar sana

kita lahir untuk bertanya

bisikmu, di teras purnama

kita semakin risau oleh harapan kosong,
kelahiran kita hanya pantas hanya ber-tanya
untuk sebuah bahasa sederhana dalam malam

sayup tiang lauspeker terdengar suara sejuk

kelahiran kita adalah kerisauan kita
adalah bangsa yang merumpun kekurangan
kita hanya pantas ber-tanya

jeruk kecut menganggu lidah percakapan
deru kereta memecah ketertiduran
tak berdetak pada malam yang penuh kegelapan
di gerus tuli dan buta negeri kelam

kita hanya panyas ber-tanya?

Yogyakarta, 2008


Suara Sederhana dalam Malam

terdengar suara malam
yang sungguh menyejukkan jiwa
dari cakrawala
sungguh mengugah

barangkali nyanyian bayi
yang belum sempat aku sampaikan
lewat ruang al-fa-ti-ha
dan suara gelayut pilu
yang disandingkan di pundak sang malam

meminjam kata hati hari
serangkaian suara tak pernah selesai dalam satu ucapan
kemungkiinan suara itu adalah malam atau suara sendiri
yang menjerit meminta tolong
karena tenggelam dalam negeri kepalsuan

adakah suara lain
yang bisa aku ambil
dalam bekal nanti
sementara aku masih menunggu
untuk makan malam di restoran bersaji

aku pun berlabu dalam sepi
menginjak ranjang berdasi
seakan terisi nasi basi

tapi suara sederhana dalam malam
mengikuti untuk berjumpa
dalam jalinan bahasa dan suara-suara
yang hanya aku dan kau bisa menginnjak-injak
perlaminan surga di rumah sucimu

Yogyakarta, 2008


Jejak Sepi

kuintip jejak makna dalam sepi

pecinta, cinta
kau berjalan dengan rasa
membaca isyarat waktu
kau terima apa adanya
seperti laut yang menerima limpahan apa saja
kemudian kau lemparkan menjadi hujan
dan kita hidup dalam kepolosan

kulihat semesta menderita, tapi
kau sambut dengan mesranya

ketika hujan rumput menghijau
di kala kemarau matahari terbit dan terbenam
membawa keindahan
ada limpahan cinta tak terbatas di sana
yang membuat semuanya bertumbuh

aku tetap tidak menemukan tempat batin istirahat
sungai, di sana ada batu yang keras, ada air yang lembut
akhirnya kubermukim pada cahaya tanpa beda

Yogyakarta, 2008


Kita Hanya Bisa Diam
Buat FPI

kita hanya bisa diam
tanpa nama tanpa suara, tanpa bahasa
sementara diam
tidak lagi menyapamu
kau pergi dari sana, pergi
tidak usah kau lalui lagi jalan itu
biarlah mereka yang berjalan sendiri
lewat keterdiaman malammalam.
kita hanya bisa diam
walau semesta bergelayut darah
sama satu perang darah, sama dua perang dunia
kita saling memperebutkan kebenaran
padahal kebenaran belum tentu benar
lalu apa yang kau cari
dari kata-kata yang sok suci itu?.
kita hanya bisa diam
biarlah kita merana dengan dirinya sendiri
tanpa alasan yang cukup sempurna
untuk mengubah kata Tuhan
padahal Tuhan tidak pernah menyuruh
memperebutkan kebenaran
yang kita inginkan adalah kegembiraan
seperti kata Muhammad pada diri kita.
kita hanya bisa diam
untuk sekian waktu
untuk para pencari cahaya
yang tak jelas untuk apa?
untuk kita juga bukan
untuk semesta juga bukan
lalu siapa dan untuk siapa
kau rebutkan itu semua

kita hanya bisa diam
untuk terakhir kali
untuk hanya diam
diam untuk diri
dan untuk Tuhan
dan diam itu sendiri
karena akhirnya kita juga akan diam
karena hanya diam yang bisa
Kalung Pasir

sepi
sungguh sepi malam ini
seperti kata mungil
yang hinggap di kalung pasir
menjelajah ruang-ruang kecil
membingkai di ruas waktu
di sanalah aku berdiri

di dua ruang itu
aku tak bergerak
tak bersuara, tapi
ocehan harmoni mengias
di begron satu cermin di wajahmu

Yogyakarta, 2008

Aku Tak Pernah Tahu

aku tak pernah tahu
tentang matahari
tentang katakata
tentang bulan
tentang api, tapi
aku tahu tentang rasa
yang tersebar
menjadi senyum dalam bibir malam

bayangan menutupi malam
mengingat gebalau silam
di dalam senyum

waktu yang sudah kusam
tak lagi merana menjadi air mata
mungkin malam adalah derita dan
siang adalah luka
tanpa darah
derita tanpa luka

Yogyakarta, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Matinya Pertanian di Negara Petani

Celurit, Simbol Filsafat Madura