Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Penolong

Bila tak sanggup menampung Kemelut luka kehidupan Gebalau terus mengejar Pengetahuan tak bisa mengurai Kerisauan tak terbendung akan kumaknai lewat jari-jari waktu sorak-sorai kesendirian terbengkalai laut lena ketenggelaman ruas jalan merisau sukma tertahan bara seperti batu kau puja matahari kau sembah takkan kau temukan ladang kesejukan kau idamkan jiwa meronta-ronta agar cepat kau baca biar tumpah air cinta di jambangan cahaya “adamu sempurna” biarkan ia bicara indah bersajak kebenaran di lembah meditasi kau hadirkan orang tua kau kalungkan dalam diri sembahkan pada Ilahi gerimis airmata memikirkan rasa jauh dari semesta kau tak rela jiwamu kehausan pikiran tak karuan sukma berserakan jari-jari airmata datang menawarkan sejumlah percintaan penuh asmara bila tak sanggup menampung kemelut luka kehidupan airmata adalah penolong setia

Mata Berbintang

Jangan berhenti Merawat lukaku dengan lembut Terlalu pedih kakiku untuk berjalan Aku tetap tersenyum Seperti bintang-bintang dimataku Apakah kemungkinan itu akan mungkin bagiku? Hari-hariku telah kuisi dengan telaah Berjamaah bersama malam Berkidung dengan kata-kata Bersimpuh dihaluan tak bertepi Kududuk di bawah huruf Merenungi kedip mata berirama Sambil menuai angin yang semakin dingin Memeluk sajak-sajak Lalu Kutitipkan semua pada harihari Agar jadi asli dan azali

sepasang dua tokoh sastrawan dunia

Gambar

REMEH-TEMEH UNTUK KEAGUNGAN PUISI [1]

Gambar
(Catatan untuk “Buku Ketam Ladang Rumah Ingatan”) Oleh M. Faizi [2] Mencermati laporan perihal membeludaknya jumlah naskah yang dikirimkan kepada panitia penerbitan buku antologi puisi “Madura Pulau Puisi”, sikap pertama saya adalah optimis. Panitia menjelaskan bahwa ada 137 nama penyair yang menyerahkan naskah puisinya. Angka ini mengejutkan dengan pertimbangan pendeknya masa pengumuman yang disebarkan. Maka, jika setiap nama mengirimkan 10 judul, lebih seribu puisi sudah terhimpun. Panitia (terdiri dari Raedu Basha dan 8 penyair lain yang mula-mula menggagas kerjasama ini dengan LSS Reboeng) lantas menyerahkan hanya 60 nama saja kepada kami (saya dan Syaf Anton WR sebagai kurator). Mereka menyimpan sisanya di laci. Barangkali, naskah-naskah itu akan diperam lebih dulu dan baru diterbitkan jika kelak sudah matang dan atau dibiarkan bernasib malang: ditimbang kiloan. Sudah pasti, “memilih lagi” nama-nama penyair yang “sudah dipilih” adalah pekerjaan yang berat. Rasany

Bertamu Ke Rumah Seniman

Bermula dari SMS Mahwi Air Tawar meminta buku Taneyan dan Karapan Laut segera di anterin ke rumah di Graha Wiraraja Sumenep. pagi-pagi saya berangkat sendiri dari rumah naik motor menuju kediaman Mahwi Air Tawar sang penulis Taneya dan Karapan Laut. Kira-kira 30 menit saya sampai. Di sana ada Cak Memet (Set Wahedi atau selamat Wahedi), Hasan Albanna, K, Ebat putra pengasuh Pondok Pesantren Mathaliul Anwar, kebetulan cak Memet dan Mahwi Air Tawar Alumni pesantren sana. Setelah berbincang-bincang dan ngopi sambil membaca data-data Edi Setiawan yang sudah lebih dulu melanglang buana ke pernjuru Negara, Edi Setiawan terkenal di dunia sementara kita tak ingin menganalnya, kata Mahwi ngeledek saya, hehe, kita berlima berangkat menuju Rubaru, melewati makam bersejarah, makam para raja Sumenep di Asta Tinggi terus melewati WaterParck terus menuju rumah Seniman beliau K. Darus. Seniman senior Sumenep yang sudah melanglang buana ke berbagai Negara dengan membawa seni Sumenep. Kita p