Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2011

Puisi: Matroni el-Moezany

Dimuat di harian umum Koran suara pembaruan Minggu, 13 November 2011 Bertemu Engkau benar memberi pada langit Memuntahkan bulan pertama meledakkan matahari Untuk diserahkan waktu engkau simpan Di harian buku dan ayunan puisi Kata berlutut di lisan malam Merapat di yogya, memanen buah gedek Dan menabur gelisah bermalam gelombang Kereta silau menyambar Bayang melukis jejak tanpa nama, tanpa sapa, Tanpa gerak Debu melintang di angkasa memetik kesadaran Bila engkau benar cahaya Mendekap semesta Tak apa, kecuali satu: engkau pasti bertemu Yogyakarta 2008, 09/2011 Terbang Tengah Malam Setelah Bermimpi Melihat Kapal Tahuakah engkau sepasang sayap menyepi Merinai symbol perjalanan sebagai mimpi sebagai waktu Sebagai pernak-pernik ungkapan bahasa suara Dan pasir mengisi tepian meliahat sayap mengalir seperti air. Yogyakarta 28 Mei 09/ 2011 Insturmen Tergenang dalam-dalam Kisah ruang hampa ternoda Getar jiwa tak bisa diraba Dan dikatakan sebenarnya Bagaim

Penyair dan Minimnya Modal Sosial

di Muat di Minggu Pagi tanggal 18. Nopember 2011 Oleh: Matroni el-Moezany* Saya sepakat apa yang dikatakan Dr. Aprinus Salam (Minggu Pagi,1/11/12) yang mengatakan bahwa penyair perlu modal sosial. Walau pun penyair banyak melahirkan puisi, tetapi tidak memiliki modal sosial, maka status sosial seorang penyair tidak akan terangkat. Aprinus mencontohkan Ayu Tinting dan Iman Budhi Sentosa dimana Iman Budhi Sentosa bertahun-tahun hidup di dunia puisi akan tetapi status sosial-ekonominya belum mapan, sedangkan Ayu Tingting baru selangkah sudah menghasilkan miliaran rupiah. Saya yakin Iman Budhi Sentosa tidak begitu mementingkan arti penting sebuah “status”, karena beliau sudah paham dan mengerti bagaimana meyalani puisi, pengaruhnya terhadap perkembangan sosial dan bagaimana mengelolah dirinya. Penyair yang seumuran Iman sudah tidak diragukan lagi, mungkin Aprinus berkata demikian, karena Aprinus memiliki dunia yang berbeda dengan Iman Budhi Sentosa. Kalau Aprinus memiliki modal sosia

Mampukah Kraton Eksis Sebagai Simbol Nilai

Oleh: Matroni el-Moezany* Percaturan politik di Yogyakarta sudah dimulai. Begitu banyak kandidat yang akan menjadi pemimpin kota Yogyakarta. Berbagai cara sudah dilakukan untuk menarik hati masyarakat. Di jalanan terpampang foto-foto kandidat yang akan melanjutkan kempimpinan kota Yogyakarta. Ini membuktikan kandidat itu ingin menjadi pemimpin. Saya tahu semua memiliki tujuan yang baik untuk agenda ke depan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mampukah Kraton Eksis sebagai simbol nilai. Sejak dulu dunia mengenal Yogyakarta terkenal sebagai kota budaya, menjunjung nilai-nilai kebudayaan (local wisdom). Itu terlihat dari kraton Ngayokyakarto Hadiningrat sebagai simbol nilai. Kroton disamping menjadi penarik wisatawan asing juga untuk mengerti bahwa Kroton memang menjadi simbol nilai yang harus dijaga eksistensinya. Kroton sebagai institusi harus dipertahankan. Terlepas apakah raja tersebut ingin mempertahankan nilai-nilai luhur atau tidak, karena Kraton sekali lagi menjadi pusat p