Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2011

sajak-sajak: Matroni el-Moezany

KOMPAS.com Minggu, 30 Oktober 2011 | 09:34 WIB ASONGAN Selalu yang di bawa, itu-itu saja, Selalu yang itu-itu saja, rela Selalu yang rela, bimbang bahkan terpaksa Perkenankan aku menjadi dirimu Bagaimana hidup nyaman Seperti dia yang terkaya Pergi malam pulang pagi Lalu datang kembali Seperti hanya ingin menjualnya Menolak sepah dingin Sebelum lapar mendera Tak perlu orang merasa Menyusuri malam Sepanjang palataran Malioboro Mewarnai ramai pasar dan rimbun jajan Sepanjang engkau bebas dari negara Dengan seluruh daya, Mempertahankan adamu Jejak demi jejak yang berlagak, tak henti-hentinya menemukan jalan Begitulah setelah waktu ajak, kota yang dulu hijau Menjaga dirimu dari asap bangunan Terpaksa menyimpan luka Dalam cela debur ramai orang-orang Titik itu, pengasong tak tega menuliskan, yang mesti aku harus terperosok Jika aku putra bangsawan Atau setidaknya pernah korupsi dengan aman Yang melingkari hukum-hukum palsu sepanjang musim Dia hanya diam, berkarya tak d

sajak: Matroni el-Moezany

Kompas.com: Sabtu, 8 Oktober 2011 | 00:30 WIB Petani Nasibmu Kini Kau semakin terpuruk, di diperbudak kapital Nasibmu kini bagaimana kamu Apakah engkau ikut atau berdiam di kearifan Menjunjung semestamu sendiri Menguak kekayaan diri Lalu menikmati Bukankah itu yang kita cari? Engkau begitu kaya, tapi mengapa tak jua kau tampakkan? Apakah keringatmu hanya untuk orang? Sehingga kearifanmu di biarkan menghilang Apakah karena darah tak mengalir? Engkau tak sakit atau engkau tak merasa? Padahal luka-luka sungguh mendalam Yogyakarta, 6, Agustus, 2011 Daun Emas Kau terlena pada setumpuk uang nyata Membiarkan yang lain meluka Kini, mimpi Tinggal nama yang terlukis indah di sana Ia menjadi memori di samping cermin besar Berkaca melihat setumpuk di depan mata Berhamburan senyum sinis melukis daun-daun Sesekali kekayaan menjadi raja dan tak henti-henti bertadabur meminta Walau sejarah kelam bersisa marah dan luka Daun emas ternyata harapan masa ketika bermimpi Yogyakarta,

Catatan Budaya Bersama Bustan Basir Maras

“Kau yang Me-ruang dan Me-waktu” Oleh: Matroni el-Moezany* Pada malam yang tertanggal 30 September 2011, saya dan F. Rizal Alief datang ke acara teater ESKA di kedai Nagata Nologaten, dan kebetulan acara malam itu adalah pembacaan puisi dan bincang-bincang sastra dan kebetulan juga pembicaranya Bustan Basir Maras yang saya kenal baik, ramah dan sederhana. Malam itu banyak penyair mudah yang datang untuk membacakan puisinya, salah satunya Andi Magadhon, F. Rizal Alief, Bernando J. Sujibto, Ahmad Kekal Hamdani, Kedung Darma Romansa Selendang Sulaiman, dan sesepu juga ikut menyertai seperti Joni Ariadinata dan Hamdi Salad dan banyak sekali yang meramaikan kedai Nagata untuk membaca puisi. Di samping saya ada Andi Magadhon yang berbisik nanti kalau mau membaca puisi jangan membawa teks, tapi bacalah puisi dari hati. Aku juga berbisik mulai tadi betapa banyak sejarah yang tercatat, karena puisi dengan sendiri juga menciptakan sejarah. Bahkan Gus Dur pernah berkata bahwa pemegang sej