Bunga kamboja

Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany*)

Syair Adalah Sabda Hari Ini

Bunga kamboja

tanam silau mentari
jibril mencelupkan sabda
di rahimmu

Silau mentari
buat bibirmu bersuara
oleh keterdamparan kata-kata
bunga sesren sembunyikan kuku
ranting belum di sapu pisau
yang meniti gurat dahan
batangmu tak sampai padaku

Jibril
celupkan sabda di rahimmu
menyelipkan etos yang jauh
bukan janji masa lalu
sembilan bulan perasingan
mata dadu menderu di angin
melambai pengabdian dan kesucian

Silau mentari
membuat bibirmu bersuara
memutar pusara
kini dan esok hingga puting susumu
jatuh karena kecupan belum selesai

Tetap saja rusukmu yang lebih
mengambil di tepian jiwaku
tapi Tuhan tetap saja
membuka kitab-kitab langit
di atas sana

Aku keluar dari dosa vagina
rumah siput koyak di ladang surga

Yogyakarta, 2006

Jiwa Senja Pagi

Jiwa suci
berdiri di simpang tubuh
menanti kata
menjemput membawa

masuk ruang jiwa
belantara badan

Lama jiwa-jiwa menggoda
menyuruh berkarya
bongkahan kata-kata
kedunia puisi

Tapi jiwa-jiwa berubah
janji-janji sialan
jadi atasan berdasi
dan bersemayam
dalam gedung-gedung megah
di beli dengan uang hutangan bank itu

Hanya cukup menyuruh
bolak balik dari rumah ke kantor
sampai rambutnya memutih
lupa untuk apakah lahir kedunia ini?
dan buat apakah ini semua?

Engkau senyum
di atas kemegahan
tanpa kau ingat
bahwa temaran suaramu
mengugurkan daun-daun
yang masih menghijau
dan anak-anak terlantar
tanpa kau singgahi

Yogyakarta, 2006

Pembajak Sejati

Aku dan ayahku
beranjak dari kandang sapi
di pagi tanpa minuman
kami kembali kerumah
dengan kaki berlumpur

Di muka pintu
kami minta air
tapi tak ada air diminum
tak ada sumber di ambil
dimana air?
kemana sumber?

Pagi memanas
terbakar terik matahari
sungai mengalirkan bara
merambah kehausan tubuh
jadi mengkerut dan terbakar

Aku dan ayahku
yang pulang tanpa minuman
terkapar dijalan parapatan
kembalikan aku!
kembalikan tubuhku! Serunya
dengan bibir gemetar

Pagi bermukim seribu pekik
wahai yang bernama jiwa
dimana suaka bagai hidupku, serunya
sambil membiarkan linang membias pipi
sejak ia sadar
bahwa dirinya bukan siapa-siapa

Yogyakarta, 2006

Di Sebuah Asta

Menatapmu merunduk
terbayang dosa kian tambah
kesadaran membekas
malam belum selesai
kau di cumbu waktu
dan membiarkan tubuhmu tiada

Malam menggumpal di matamu
membersitkan makna kerenyuhan
dan membisikkanku
pada jam dosamu tumpang tindih
selarik embun
melukis bayang-bayang di dasar sungai
kuntum bunga mekar
desis angin goyangkan lembaran pohon
akan membuat dosa makin bertambah

Seakan sinar hendak memancar
menembus ketebalan kabut
kita peras keringat melawan nasib
sadari bisik ombak malam itu
kita tak akan pernah selesai
percikan kabut dan pergulatan-pergulatan

Kau sujud dalam malam
mengupas tumbuhan dosa
pohon tidur mencuri hangatmu
tapi sebuah kunang-kunang
terbang mendampingimu
menerangi tubuh dosa
kau tepis dengan istighfar

Aku ingin bertanya pada penjemput dosa
seperti apakah dosa
yang tak terhapus oleh ayatmu sendiri?

Yogyakarta, 2006

Aku Anak Petani

Kulihat para petani di ladang
indah matahari menuruni pagi
termangu membayang harapan lama
kau tak mungkin kutinggalkan

Bagitu jauh indah
tertanam dalam perasaan
segala kuingin pada diri
selagi ladang dihamparkan
dan usapan Tuhan tak timpahkan

Mengapa kau cintai segalanya?
kau cintai segala yang akan tiada
karena pahala paling mulia
di deretan hari-harimu

Kini butit-butir padi tumpah di dadamu
indah bila ladang di garap bajak dan cangkul
hati diam dalam pesona keringat
membentang ladang
tak mungkin kau tinggalkan, pikirnya!

Bagitu jauh indah
tertanam dalam perasaan
sebagaimana lepas musim kemarau
aku diam bisu
bagai bibir belum merah

Yogyakarta, 2006

Kesedihan Bumi

Tubuhmu penuh luka
tapi, tak setetespun darah alir

Engkau sering menangis
tapi, tiada linang basahi pipi

Lalu kau gemetar bibir lirih
“Kau jejakkan kaki di punggungku
kau taruh jenazahmu di perutku
sungguh aku sarang binatang buas
rumah kegelapan
tapi, justru kau koyakmoyak
tubuhku”

Yogyakarta, 2006

*Matroni el-Moezany kelahiran Sumenep, Madura 03 Maret 1984 Alunmnus Pondok Pesantren Al- Karimiyyah Braji Sumenep, Madura, sekarang melanjutkan studi di pesantren budaya Hasyim Asy’arie (Asuhan Zainal Arifin Thoha budayawan). Aktif di lesehan sastra budaya Yogyakarta juga menjadi jamaah seni kutub Yogayakarta, sekarang menjadi anggota Forum Satra Pesantren Indonesia (FSPI). Tinggal di Minggiran MJII/1482-B Yogyakarta 55141. Telp:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani