Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2020

Puisi dan Doa

  Oleh: Matroni Muserang*   Puisi dan doa dua hal yang berbeda. Puisi merupakan sublimasi substansial kemanusiaan. Ketika puisi itu menjadi keseharian hidup kita menjadi puitis. Puitis artinya keseharian kita sudah selalu dilandasi moral, etika, dan akhlak. Atas dasar inilah tulisan ini akan berpijak, untuk memberikan refleksi atau belajar bersama di tengah tungganglanggangnya sosial politik kemasyarakatan. Puisi akan berbeda ketika ia menjadi doa, seperti yang dibacakan oleh Neno Warisman, kalau kita baca lengkap puisi Neno yang dijadikan doa itu sebenarnya isinya bagus, hanya ada satu bait yang yang kurang pas ketika kita menggunakan paradigma agama (baca Neno). Ketika ada bahasa “saya kwatir tidak ada lagi yang menyembahmu”, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah manusia Indonesia tidak memiliki Tuhan? Kalau kita mau menjawab pertanyaan ini tentu manusia Indonesia semua memiliki Tuhan, maka secara otomatis Tuhan pasti di sembah.   Lantas dalam konteks apa Neno mengata

Apa dan Bagaimana

  Oleh: Matroni Muserang*   Tulisan ini hanya refleksi saya saat pertemuan rutin kompolan SEMENJAK di rumah A.Zainol Hasan di Battangan yang bertanggotakan matroni muserang, faidi rizal alief, warist rovi, sipulan kalangka, syaiful bahri, khairul umam, dan fazlur rahman, dan kebetulan Sofyan RH Zain dan Kami Daya Sawa ada di Sumenep, maka saya pun berinisiatif untuk mengundang beliau berdua untuk sharing pengalaman menulis, acara dimulai oleh warist rovi dengan pembukaan fatihah dan shalawat nariyah kemudian di susul khairul umam sebagai pembuka acara yang bercerita tentang kopi ( kokoh kakabbi ). Bahkan kopi dan lepe’ bila acampo pasti kuat, karena tak nyaring bunyinya, karena cangkirnya berisi. Puisi yang baik kata Sofyan RH Zaid dalam sebuah pertemuan di kompolan SEMENJAK pada tanggal 11 November 2020 bahwa adalah puisi yang bisa dinikmati sebelum bisa di mengerti. Ini tidak jauh beda dengan membuat kopi. Kalau puisi itu tidak bisa dinikmati oleh pembaca, otomatis puisi itu “t