Puisi dan Doa
Oleh: Matroni Muserang* Puisi dan doa dua hal yang berbeda. Puisi merupakan sublimasi substansial kemanusiaan. Ketika puisi itu menjadi keseharian hidup kita menjadi puitis. Puitis artinya keseharian kita sudah selalu dilandasi moral, etika, dan akhlak. Atas dasar inilah tulisan ini akan berpijak, untuk memberikan refleksi atau belajar bersama di tengah tungganglanggangnya sosial politik kemasyarakatan. Puisi akan berbeda ketika ia menjadi doa, seperti yang dibacakan oleh Neno Warisman, kalau kita baca lengkap puisi Neno yang dijadikan doa itu sebenarnya isinya bagus, hanya ada satu bait yang yang kurang pas ketika kita menggunakan paradigma agama (baca Neno). Ketika ada bahasa “saya kwatir tidak ada lagi yang menyembahmu”, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah manusia Indonesia tidak memiliki Tuhan? Kalau kita mau menjawab pertanyaan ini tentu manusia Indonesia semua memiliki Tuhan, maka secara otomatis Tuhan pasti di sembah. Lantas dalam konteks apa Neno mengata