Mencari “Tempat” untuk Puisi
Oleh: Matroni Muserang* Akhir tahun 2013 kemaren saya bertamu ke Gamping tepatnya di rumah penyair dan cerpenis Indonesia Mahwi Air Tawar beliau berkata dua hal pada saya pertama puisi terkini seperti pohon yang rapuh, seperti layang-layang, seperti makanan siap saji, seperti hotline berita harian. Kedua barangkali puisi sedang berjalan di alam lain menuju gerbang kehancuran, menuju pintu kema t ian. Pernyataan ini benar-benar menghentak saya untuk berfikir cepat, mengapa bisa demikian? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Bagaimana mencari tempat untuk puisi dan penyair? Apakah ada jaminan bahwa kualitas puisi dan ruang puisi dalam memberikan sumbangsih pemikiran hanya dengan banyaknya buku puisi diterbitkan? Mari kita refleksi bersama demi menjaga keilmuan masa depan sastra? Kalau kita mau belajar dari sastra Arab, Iran, Yunani, Jerman, dan Prancis, kalau di Indonesia kalau kita mau belajar dari angkatan 45, pujangga baru sampai sekarang, pelaku-pelakunya sangat m...