Mengetuk Pintu Langit, Menggapai Nurullah

Oleh: Matroni Musèrang*

Judul di atas merupakan tema istigshasah kubro yang diselenggarakan PWNU Jatim di GOR Delta Sidoarjo pada tanggal 9 April 2017 kemaren dalam rangka harlah NU ke-94. Alhamdulillah saya menjadi bagian dari sejarah itu, bisa berkumpul dengan para ulama. Peserta pun memenuhi GOR Delta Sidoarjo bahkan diluar GOR peserta datang dengan tidak mengurasi rasa khidmat, ada mengatakan berjumlah 3500 peserta yang berkumpul di dalam GOR dan di luar GOR.
Saya berangkat dari MWC NU Gapura jam 20,30 dengan mini bus ber-AC rute Kiai Mohammad Khalil Bangkalan, shalat Subuh di Masjid Agung Sidoarjo, terus dilanjutkan ke GOR Sidoarjo. Ada sambutan dari Rois Suriah dan wakil PW NU Jatim, rois Am PBNU KH. Ma’ruf Amin.  
Dalam istighasah kubro ada ada enam maklumat Syuriah PWNU Jatim, 1. Menjaga agama dari hal-hal yang merusa (hifzud din amma yusfid) adalah wajib, sebagaimana sebelumnya dilakukan oleh para ulama. 2. Menjaga Negara dari hal-hal yang merusak tatanan (hifzud daulah amma yusfid) adalah wajib, karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harta terbesar bangsa dan negara ini. 3. Menyeruh kebaikan dan mencegah kemungknaran (amr bil-ma’ruf wa nahy anil munkar) wajib ditegakkan secara bijaksana untuk menjunjung tinggi marwah agama dan martabat manusia demi kemajuan bangsa dan Negara ini. 4. Seluruh pemimpin bangsa dan Negara wajib menjalankan amanah dan menegakkan keadilan secara bersamaan sebagai prinsip untuk mencapai kebijaksanaan bersama. 5 menjaga ummat (ri’yatul ummah) dari kebangrukatan moral adalah tanggungjawab yang wajib ditunaikan oleh seluruh pemimpin agama, bangsa dan Negara ini. 6. Seluruh komponen ummat wajib untuk semakin mendekatkan diri (taqrrup) kepada Allah sebagai bentuk tanggungjawab pribadi dan keumatan.  
Pesan ini mengandung makna yang dahsyat jika ini dilakukan dari atas (pemerintah) kita. Maka tidak akan ada teroris, koruptor, ketidakadilan, pelecehan seksual, kekerasan, kemiskinan dan sederet fenomena sosial lainnya. ummat NU bukan tidak berani melawan ketidakadilan dan lainya, akan tetapi NU memiliki paradigma inklusif dalam membaca realitas sosial, sehingga ada banyak cara untuk menyelesaikan persoalan bangsa, istighasah Kubro adalah bagian dari harokah insaniyah  (mobilitas sosial) masyarakat NU.
NU memaknai amar Ma’ruf Nahi Munkar, bukan berteriak “Allahu akbar” kemudian memurtadkan, mangkafirkan orang lain, memang sejak kapan manusia masa kini memiliki mandat atau SK dari Allah untuk mengkafirkan manusia? Derajat manusia bukan di ukur dari seberapa banyak kita mengeluarkan kata-kata “mengkafirkan/memurtadkan” orang, akan tetapi derajat manusia di ukur dari taqwa. Yang di dalam taqwa itu sendiri ada ruang akhlak, tingkah laku dan pola pikir.

  Istighasah merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh sebab itu, penting kemudian kita belajar terhadap ulama NU. Bagaimana cara belajar, cara bersikap, cara memberikan solusi dan lain-lain

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani