Filoshopia Pendidikan[1]
Oleh: Matroni Musèrang*
Ada sebuah
perkataan dari Ali
Bin Abi Thalib yang cukup
membuat kita tercengang dan terkagum-kagum bahwa didiklah anak-anakmu,
bukan dalam keadaan yang serupa denganmu. didiklah dan
persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu. mereka
akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu.
Ada sebuah Tanya yang menggelitik saya, Ali
Bin Abi Thalib yang hidup ribuan abad yang lalu mampu membaca masa depan yang
luar biasa. Pendapat Ali Bin Abi Thalib kontekstual, artinya pendidikan bukan
barang, bukan bentuk, bukan materi yang bisa diperjualbelikan. Mengapa? Kalau
pendidikan sebuah bentuk, materi maka ia tidak akan bertahan sampai sekarang,
ia akan habis di masa Rasul, ia akan habis dimasa Sahabat. Ini bukti nyata
bahwa pendidikan selalu berubah, berkembang dan terus berproses seiring
perkembangan sosial-kemasyarakatan.
Maka, kita harus mampu membedakan pendidikan, pengetahuan dan Lembaga Pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah tuntunan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang yang setinggi-tingginya.
Pengetahuan lebih filosofis
bahwa pemikiran pengetahuan yang menjelaskan sikap, mental, perilaku
moral/etika manusia terhadap manusia, dan alam yang memiliki nuansa ilmiah,
kritis, metodis dan sistematis. Mengapa? Karena objek formalnya adalah potensi
manusia. Bukan manusianya, sementara objek materialnya baru manusia. Artinya
pengetahuan harus mampu mendeteksi potensi manusia, agar pengetahuan yang
ditransfer akan menembak langsung ke titik yang dituju. Ibaratnya kita
menyadari wadah yang pas, kalau wadahnya gelas, akankah kita mengisi dengan
ember? Tidak. Tentu harus disesuaikan dengan wadah itu sendiri. Wadah di sini
artinya konteks dimana manusia hidup dan belajar, seperti pendapat Ali Bin Abi
Thalib di atas yang kontekstual.
Lembaga
pendidikan
adalah sebuah tempat atau ruang bagi guru, dosen, siswa, yang didalamnya ada
sarana, administrasi, kurikulum, sehingga ada raw input (masukan), ekonomi, raw
out put (lulusan) untuk menyampaikan dan menstransfer pendidikan dan
pengetahuan.
Disinilah tanggungjawab sekolah, kampus,
pesantren, agar memahami dan membedakan, agar siswa/siswi, mahasiswa, santri
tidak hanya memahami bahwa pendidikan dan pengetahuan sama. “saya
sekolah/pondok/kuliah untuk mendapat ijasah” lantas kemana pengetahuan dan
pendidikan. Apakah cukup dengan ijasah? Silahkan jawab sendiri.
Lembaga pendidikan dimana-mana,
pesantren dimana-mana. Tapi mengapa anak-anak nyabu, anak muda ngeseks, kekerasan,
dan pencurian? Ini salah satu bukti bahwa pendidikan hanya dimaknai sebagai lembaga
formal, ke sekolah, ke kampus, setelah itu, selesai, dapat ijasah selesai.
Sementara di sekolah dan kampus pengajarnya juga “”tidak belajar dan membaca”
sebelum memberikan pengajaran. Karena guru merasa dirinya sudah paham. Wajar
karena bukunya tidak berubah, pelajaran pun itu-itu saja, tanpa ada upaya dari
guru untuk lebih banyak membacara referensi-referensi lain. Sehingga seringkali
peserta didik itu bosen.
Maka dibutuhkan ide-ide segar dan
penyampaianya pun dengan metode yang segar, sehingga peserta didik tidak bosen
dan mendapatkan pengetahuan baru. Karena jelas pendidikan sebagai proses
transformasi dan internalisasi yang mengarah penghayatan, pengamalan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai. Kalau ini guru tidak mampu menjelaskan dengan
baik, maka peserta didik akan kewalahan dalam menghadapi perubahan dan
tantangan zaman.
Dibutuhkan fondasi mental peserta didik,
agar mental-mental pemuda memiliki kemandirian, tidak menja. Semakin hari,
seringkali kita temukan banyak anak-anak kita dimanja, bahkan seorang isteri
maha sama suami gara-gara suaminya marah terhadap anak, karena si anak manja. Dalam
perspektif religious, sikap isteri sudah jelas salah besar karena berani
melawan suami, kedua isteri salah mendidik anak, karena dimanja. Wajar jika
anak beranjak SMA ia akan banyak melawan ke orang tua, karena fondasi
kemanusiaanya lemah. Tidak mandiri.
Mengapa? Pertama anak tidak memiliki
rasa tanggungjawab, kedua anak tidak memiliki kreativitas, ketiga anak cenging,
keempat amoral. Banyak anak muda yang melawan pada orang tua, Karena tidak
minta motor tidak dituruti, sehingga anak ini biasanya prustasi. Mengapa? Karena
di dalam keluarga tidak didik dengan mandiri, tidak pernah diajari bagaimana
cara berkomunikasi, bagaimana anak diajak bicara pelan, sehingga pelan-pelan
anak akan mengerti, menyadari, maka dengan tidak sadar moral akan menjadi
fondasi awal bagi anak sebelum ia masuk sekolah sampai ke perguruan tinggi.
Anak belajar pertama dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Maka yang utama dalam
membentuk fondasi mental anak adalah keluarga. Sekolah hanya sebuah formalitas
nasional yang didalamnya dipelajari pelajaran teoritis, akhirnya kita mau tidak
mau harus terjun ke masyarakat, untuk memberikan informasi pengetahuan dan
pembelajaran bagi masyarakat.
Anak muda bangsa harus mampu secara
mendalam membaca realitas, sehingga ketika kita belajar ke rantau mau kembali
ke rumah sendiri, sebab perantau tahu makna rumah. Kita memang harus hijrah,
namun jangan lupa untuk kembali menyelesaikan problem sosial yang terjadi di
kampong sendiri. Untuk itulah, mental anak mudalah yang pertama dan utama yang
harus didik pertama kali agar apa yang dilakukan orang tua di rumah anak muda
bangsa ikut andil, misalnya bertani, dan lainya.
Pertanyaan
Audiens
1. Pendidikan
di desa Juruan Laok mengalami “kesakitan”, sehingga melahirkan lulusan seolah
robot. Otak guru di transfer ke otak murid, adakah obat yang mampu meringankan
atau mengobati rasa sakit tersebut? Mengapa santri, siswa kalah dengan sesepuh,
kalau sesepuh adzan sudah di mushalla atau masjid, sementara siswa masih
nongrong, tidak ada semangat untuk ibadah? Kades
Juruan Laok
2. Guru
di sini banyak, tapi pendidik tidak ada. Apakah boleh menegus orang tua, jika
orang tua salah? Mengapa ketika ada orang tua yang sombong, anaknya ikuat
sombong? Muhawwinah
3. …………………..
[1]
Di sampaikan pada Seminar Pentingnya Pendidikan bagi Generasi Muda Bangsa di
Juruan Laok, tanggal 1 Februari 2016.
Komentar