Dimanakah?


Malam berikutnya, bulan terbit lebih lambat, karena awan lebih tebal dari malam sebelumnya. Niji kembali menuliskan perjalanan waktu. Membaca perjalanan Negara. Perjalanan yang sebenarnya terlalu banyak lekuk dan lengkungan. Sementara penguasa negeri ini selalu berkata demi rakyat, tapi kenyataannya demi kepetingan dirinya sendiri. Kelompoknya sendiri. Partainya sendiri.
Hari-hari Niji penuh kegalauan, kegelisahan. Ketenangan masih di simpan Tuhan. Pemimpin kita masih saling sikut, saling menyalahkan, tak ada yang ingin mengaku, semuanya memiliki ahli hokum alias pengacara untuk memenangkan hal itu. Pemimpin kita seperti pertandingan, semuanya ingin menang, tak ada yang mau kalah. Padahal dalam sebuah pertandingan harus ada yang kalah. Anehnya di sebuah Negara pemimpinnya tak ingin dikalahkan semuannya ingin menang.
“Sementara rakyat dibiarkan meminta, di beli dan di jajah kapital”
“Pemimpin negari ini gimana sih” Tanya orang gila di tepi jalan Mangkubumi
Tiba-tiba pagi itu menghiasi, dan air putih menemati bibir, lantas Niji menulis pesan “bantuan untuk lahar merapi 444 miliar”, tapi Niji berpikir apakah bantuan itu akan sampai pada yang berhak? Ketika bantuan itu tidak sampai, apakah kita diam saja? Jadi itu membutuhkan penelitian, apakah bantuan itu benar-benar sampai atau tidak. Lalu itu tugas siapa?
“Apakah kita yakin bantuan itu akan sampai 100% pada yang berhak? Dimana gerakan kita? Dimana ke-kritisan kita?”
Niji berdiam sambil mengoret kertas kosong tanpa di sengaja kata-kata itu mengalir begitu saja.
Harus Memulai Bagaimana

Ketika senyum kosong menghias negeri
Yang berarti
Luka
Derita
Kemiskinan
Kelaparan
Ketidakadilan

Lukaku, lukamu, dan luka-luka yang lain adalah luka sebenarnya

Ia akan sembuh
Bila hidup di bawah naungan
Sekumpulan kita
Yang berarti
: kebebasan 

Tak ada diri untuk diri
Senyum untuk senyum
Luka untuk luka
Lapar untuk lapar
Miskin untuk miskin
Tuhan untuk tuhan
Ilmu untuk ilmu
Kaya untuk kaya

Kita harus jadi semesta
Memulai dari cinta
Menuju cinta
Berkahir dengan cinta

Alam telah lama mengajari, tapi
Mengapa tiada menyadari yang lahir memulai
Bersemayam bersama

Kita justru merusak, menjual, membiarkan
Hangus di makan gedung-gedung menjulang

Harus memulai bagaimana
 : Diam, tak selesai
 : Gerak diselesaikan

Negeriku penuh keraguan
Penuh kebimbangan
Penuh keterasingan

Keberwaktuan meraja lela
Tak mampu kita bendung
Kita butuh tuhan, bulan, matahari, alam
Menemani waktu

Negeriku

kau bunuh Tuhan
bulan
matahari
alam

negeriku
aku bersamamu
bertemu

Lalu sampai kapan negeri ini menjadi pembohong, menjadi ruang ketidakpedulian, menjadi ajang lomba untuk memenangkan kelompoknya sendiri. Katanya Negara hokum, akan tetapi hokum hanya memihak pada orang yang kaya, pemimpin besar, pencuri kecil vs maling besar, maka yang menang adalah maling besar.
“Itu negeriku”
“Bagaimana negerimu?”
“Negeri yang kaya, tapi masyarakatnya masih kelaparan, miskin dan bekerja di luar negeri”
“ini kan lucu”
“Iya ya”
“Tapi harus memulai bagaimana”
Kita harus memberi informasi pada rakyat, kita harus mendampingi rakyat, agar masyarakat mandiri, lahar pertanian tidak boleh di jual, ketika semuanya dijadikan perumahan, lahan pertanian akan semakin sempit, dan  petani akan kelaparan, karena tidak bertani lagi, mau membeli harga bahan pokok dimahalkan. Karena petani tidak memiliki kemandirian dalam menentukan harga. Jadi petani yang memproduksi, akan tetapi petani tidak bisa menentukan harga, jadi ini butuh gerakan kita bagaimana petani mandiri, dan mampu menentukan harga sendiri. Salah satu cara adalah kita harus menanam benih lokol, yaitu organik. Kalau semuanya sudah organik masyarakat tidak sudah membeli pupuk, karena alam sudah menyediakan, dam harga panen organik petani bisa menentukan sendiri.
“Inilah yang menjadi perjuangan Niji dan teman-temannya”
Mengapa Belanda menjajah kita?
Salah satu alasannya adalah karena ingin beras Mataram. Benih Mataram. Dan itu terbukti, katika pada zaman orda baru, benih lokal di jual ke Amerika, lalu ke Philipina, sehingga sekarang benih itu habis, di ganti benih pemerintah.
“Apa bedanya beras organik dengan beras pemerintah?” Tanya pak Yono ketua RT Kiyaran
Beras organik lebih sehat dan menyehatkan, sementara beras pemerintah bagi kesehatan itu kurang.
“Kok bisa?”
Beras organik mahal, biasanya satu kilo delapan ribu sampai tigabelas ribu. Sementara beras pemerintah enam ribu. Enam ribu yang menentukan harga itu petani, kalau organik sudah pasti petani menentukan harganya. Jadi lebih baik organik, daripada pemerintah.
Aku bermimpi hidup damai, hidup tanpa ada kepentingan, hidup tanpa ada saling menyalahkan satu sama lain. Hidup tanpa ada persaingan. Hidup tanpa ada saling menuduh satu sama lain. Hidup tanpa ada keinginan untuk meraih kekuasaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani