Hanya Uang



Haruskah keselaluan kita menjadi ada, padahal kita sendiri kadang juga belum kenal siapa dirimu, apakah kita pernah melihat dirimu sendiri? Atau kita pernah melihat bahwa dalam tubuh ada otak, perut, dan hati? Itu saja kadang kita belum pernah melihatnya, padahal itu dunia nyata dan berbentuk benda.
Satu lagi, apakah kita pernah melihat bahwa otakmu berfikir ini-itu?
Memang rumit ketika berbica pada manusia sebagai manusia, ia tak akan pernah puas dengan dirinya sebagai manusia. Kadang ia menyesal karena tak berbuat baik. Kadang penyesalan itu tiada. Memang begitulah ketika dunia manusia berbicara. Di dunia ini siapa yang tak bisa menulis dan berbicara. Semua orang bisa. Tapi yang tak bisa hanya satu yaitu bagaimana ia mampu mengaplikasikan apa yang ia tulis untuk kenyataan. Tindakan nyata.  
“Apalagi di dunia kampus, politik, dunia kekuasaan dan birokrasi”
Luar biasa cerdasnya mereka, tapi yang dia bicarakan ya, itu-itu saja, tak ada jawaban apa yang diinginkan kemanusiaan untuk manusia.
Tiba-tiba pesan itu datang kembali dari perempuanku karena Niji baru ingat kalau waktu itu adalah ulang tahunya yang ke dua puluh tujuh tahun:
Aku yang menyukaimu, mencintaimu dengan hatiku, sayang, saat malam merintih, hatiku merindukanmu.
Met ultah ya sayang.. semoga panjang umur, dan riski melimpahimu dengan nikmat yang mencukupi, amien,, selalu sayang aku tentunya (3 Maret 2011. 00:31:40).
Bergumul bersama waktu yang tersisa hanya pilu dan ada yang mengambang di daunan gersang, menerpa dan merasa aku terlena limbung.
Pesan-pesan itu selalu terbaca oleh dunia saat ini. Karena Hasta ikut berpesan lewat handphone genggamnya:
Adik-adikku, ada yang tidak dapat kusentuh dengan tanganku tapi ada yang dapat di kusentuh dengan hatiku, mohon doa agar aku diberi kekuatan, terkadang kita harus siap kehilangan sesuatu yang sangat berarti untuk hidup kita saat kita berjuang untuk kemanusiaan, aku sayang kalian semua (Hasta) (1.2.2011. 08:31:03).
Pada suatu pagi, pada suatu siang, pada suatu sore, pada suatu malam, saat lembayung bercerita kepada jingga kemana telah ditautkan panah asmaranya tenggelam bersama rembulan yang dimakan raksasa kepala baja. Lembayung mencoba mengais makna menyelami kata-kata usang nan klasik. Berlari bersama angin menari bersama api dan bersenandung dengan angin adalah melodi jiwanya, lembayung temaran dalam langkah menapaki titian matahari. Cinta tidak cukup untuknya (Hasta) 17.3.2011. 23:24:09.
Menjelang sujud dipertengahan jumat, lembayung menengok kulkas tua penuh isi merah jambu hara-harap cemas dengan kerlip lampu sign kanan kiri menyalak klaksonnya bipbipbip. Dipojok freezer coca cola penuh racun menggigil dalam dingan senja takut diminum perawan tua yang berbahak dengan gigi emas penuh kilau cling. Tomat mudah yang penuh lulur di rak depan memamerkan kemulusan tubuhnya bergaya seolah jadi saus pizza yang dinyanyikan televisi (Hasta) 18.3.2011. 10:54:32.
Lembayung memandang merah putih yang koyak, hatinya seakan runtuh mendengar matahari jiwanya mulai redup bersama waktu (Hasta) 22.3.2011. 22:29:43.
Lihatlah negeri kaya yang tolol, dimana orang bukan berlomba-lomba memberi fasilitas murah dan nyaman tapi justru mengkomersialkan toilet, tempat ibadah, sekolah, parkir, tempat umum, lapangan, stasiun, bandara, museum, pasar dan lain-lain (Hasta), 25.3,2011. 13:15:27.
Kabar yang mengejutkan lalu:
Ada kabar dari shelter di atas balai desa........sumbangan sapi + kandangnya....tapi Cuma sehari di foto buat laporan terus sapi dan kandangnya di bawa pulang lagi (Wilfreid), 20.3.2011. 16:38:42.
Lalu kututup dengan balasan Niji:
Selemat menikmati lelap malam, semoga besok mampu melihat mentari lebih indah dari sebelumnya, dan esok hari adalah waktu yang lebih mulia dari waktu-waktu yang lain. Amein. (Niji) 11.3.2011.20:37:17.
Itulah pesan-pesan perjalanan Nij di tengan mengarungi kemanusiaan. Betapa banyak lekuk luka yang tak terjamah oleh kita. Kita mungkin akan berkata itu selesai diatasi oleh negera, tapi negara gagal dalam hal ini. Jadi kemanusiaanlah yang menjadi tanggungawab. Bukan negara atau aparat pemerintah.
“Kemanusiaan yang bertanggungjawab”
Apakah yang kau maksud dengan kemanusiaan itu?
Siapa pun yang peduli pada manusia, dan mampu menyeimbangkan antara rasionalitas dan rasa melihat mereka yang tertimpa musibah dan bencana yang melanda Indonesia dan diri kita sendiri.
“Ketulusan, keikhlasan inilah yang menjadi dasar dari kemanusian”
“Bukan politik, bukan kekuasaan, dan bukan partai”
Kalau teman Niji memberi roti dan makanan pada anak jalanan dan tukang becak.
“Negera memberi apa?”
Lalu Hasta berdoa di tengah kegalauan Negara yang di ombang ambingkan dengan pembangunan gedung DPR dan Malaysia yang selelu melanggar Indonesia, begini:
   Pagi ini sebaris doa menyapamu, semoga Allah mengabulkan doa-doamu, mewujudkan segala cita-citamu, meluaskan ilmu dan riskimu, memberkahi umurmu, menyempurnakan pahalamu, menggugurkan dosa-dosamu, memuliakan wajahmu, meninggikan derajatmu. Amin”.
“Adakah bahasa dari sebuah rasa?” Tanya Jack dalam pesannya.
Bahasa akan selalu ada untuk menjadi wakil dari kehidupan manusia. Kehidupan ini menjadi alasan mengapa bahasa ada. Tuhan ada. Karena dengan bahasa kehidupan akan terus berkelindang dalam ruang yang lebih ramai dan komplek. Boleh engkau menyalahkan bahasa, tapi tidak untuk manusia. Karena pada dasarnya manusia sangat suci.
“Hidup, bagaimana kita hidup, dan seharusnya hidup”
Lebih baik mana antara apa yang engkau kerjakan dengan seharusnya engkau lakukan?   
Niji berlanjut menjadi teman yang baik, pada tanggal 15, pada hari Minggu 2011 Niji bersama perempuannya menghadiri kirab budaya (rebutan gununga, nguras sendang) di makam raja-raja Mataram, Kota Gede. Bertemu dengan Hasta dan Vera yang duduk di pinggir jalan, mengajak ziarah ke Riyanti yang sedang kecelakaan. Berangkatlah berempat ke jalan Tamsis, di sana bertemu teman-teman Selava.
Pagi yang indah, ternyata di sana kost-kost cewek, satu-satu keluar dari kamar dengan celana pendek dan kulit kuning halus. Senang melihat hal itu, sungguh nikmat imajinasi menyentuhnya. Karena kata temanku, seks itu nikmat dan indah ketika ada dalam imajinasi. Entahlah ketika imajinasi seks terjadi? Apakah senikmat yang di rasakan imajinasi? Tentunya Niji tidak harus menjelaskan hal itu. Karena Niji belum tahu bagaimana rasa begituan.
“Semoga Tuhan mempercepat untuk menikmati imajinasi seks”
 Entah mengapa imajinasi luar biasa melampuai manusia, apakah ia tidak berbentuk materi atau bagaimana.
Lalu Niji pamit pulang bersama, sesampainya di kost, makan, menyuapin perempuanku, dengan senang hati Niji selalu menyuapin perempuanku, sepiring berdua, lauk dan sayur apa adanya.
Makan sambil berkata:
“Apakah engkau punyak cinta sebelum aku”
“Ya, kenapa”
“Tidak apa-apa, karena setiap kita harus selalu berbagi ide dengan orang lain”.
“Ketika kamu bercinta bagaimana”
“Kamu sungguh penasaran”
“Cukuplah bagi kamu untuk belajar sendiri, karena pengalama berpacaranku tidak untuk di ceritakan kepada kamu”
“Kita hidup karena berbeda, punya cinta yang berbeda, dan pengalaman yang berdeda, dan setiap akan mencari itu, berbeda untuk membaca perjalanan kehidupan”
“Bisakah engkau tulis untuk saya bahwa engkau bersama saya, tidak kesepian?”
“Kadang engkau menghilang dalam pandanganku, tapi aku menemukan engkau dalam imajinasiku”
Menemukan kehidupan sendiri. Di sana aku menikmati hidup yang aku bisa. Dan pergi mendapatkan kata-kata, karena aku ingin menyelesaikan puisiku.
Lalu kita tertawa, terbahak-bahak, karena kata-kata itu membuat perempuanku terhipnotis. Makan pun selesai.
“Dan kita tidak memiliki nilai lagi”
Kuantar dia sampai depan pintu, pamit pulang. Aku pun masuk kamar penuh damai berhamburan senang, Karena perut bisa berisi nasi, setelah tiga hari tidak makan. Siang berganti senja. Senja berganti malam.
Tiba-tiba hanphon genggam bersuara. Ada pesan:
“Sayang, malam dating dan memberi makna apa kali ini untukmu juga untukku?”
“Malam sepi, tak ada guguk maupun meong yang menemani, mana suara-suara itu, hilang tanpa arti, hanya ada sunyi yang setia menanti”
“Malam-malam aku titipkan pesan pada angina untuk mengatakan ada rasa gerah yang bergemuruh seperti lava yang memijar merobek awan yang menggelap”.
“Malam ini di atas hujan yang menderu, istirahat dan tidurlah dengan mimpi yang menyenangkan”.
Pesan-pesan itu Niji simpan, Niji tidak mungkin balas pesan itu, karena sudah satu bulan Niji tidak punya pulsa dans uang hanya cukup untuk membeli sayur dan beras satu kilo.
Hari-hari Niji selalu terbawa emosi. Hari-hari menjadi beku. Niji benci pada orang-orang, bahkan Niji benci pada Tuhan, karena kehidupan Niji tidak sesuai apa yang di janjikan Tuhan. Dengan jelas Tuhan menuliskan dalam kitabnya mengabulkan doa hambanya. Tapi mengapa sampai sekarang Tuhan malah tertawa dan beku, tak mendengarkan apa permintaan Niji. Yang sudah sekarat, kelaparan, dan tak punya uang.
“Malam-malam sudah shalat tahajjud, Senin-Kamis berpuasa, tapi mengapa Tuhan diam dan membeku dengan ritualku, apakah ada yang salah dengan diriku” kata Niji.
Pada hari Senin di waktu berpuasa, ingin rasanya Niji mencoba ke-mahakuasa-an Tuhan, ingin berhenti puasa, tapi Niji eman, karena sudah biasa berpuasa senin-kamis. Walau pun jiwa ini terasa menjerit dan ingin rasanya membakar Tuhan, tapi Niji tak kuasa, bagaimana caranya membakar Tuhan, sementara Niji tak memiliki daya dan kekuatan apa-apa selain berdoa dengan kesabaran yang tulus.
Kata-kata sabar inilah yang membuat Niji muak. Apakah tidak ada batas kesabaran yang di maksud Tuhan? Kalau tidak ada berarti Tuhan curang dan berhianat pada hambanya. Kalau ada batas, dimana dan sampai kapan itu akan terwujud? Sehingga membuat Niji harus marah dan mencela Tuhan sampai habis.
Kemarahan itu berawal dari wakil bangsa, yang selama satu minggu menghabiskan uang 18 miliar bahkan wakil kita ingin membangun rumah seharga 16,1 triliun. Itu wakil bangsa ini, sementara masih banyak warganya yang tidak punya rumah, kelaparan, kemiskinan dan bangunan sekolah roboh. Padahal ini juga dosa. Tapi mengapa Tuhan juga diam, tuli, tidak melaknat mereka yang menghabiskan uang rakyat? Apakah seperti itu keadilan Tuhan? Kalau iya, berarti Tuhan sama dengan wakil rakyat bangsa ini, tuli, bisu, dan kurang ajar. Kalau tidak mengapa mereka masih hidup sampai detik ini?
“Niji bingun memikirkan keadilan, kesabaran yang diperintahkan Tuhan”
Jangan-jangan Tuhan hanya memerintah saja, jika tidak dilaksanakan tidak apa-apa. Tidak ada sangsi apa-apa. Wah! Berarti Tuhan maha pembohong. Bohong terhadap dirinya sendiri, juga berbohong terhadap hambanya.
Banyak sekali aktivitas wakil bangsa ini yang membuat emosi Niji pada akhirnya hilang tanpa jejak, katanya Negara hukum, kenyataannya bangsa ini memiliki hukum tahi. Hukum tuli. Hukum relasi. Hukum janjuk. Mengapa tidak? Orang sudah jelas salah, korupsi, tapi mengapa hukum masih bisa membela orang salah. Hukum bangsa ini bisa di beli, sangat benar apa yang di nyanyikan itu. Sementara Niji masih kelaparan, kerjanya hanya mengabdi terhadap rakyat yang tinggal di chelter-chelter akibat bencara gunung merapi.
Andai saja aku bisa memindahkan batu kebenaran di dekat gunung merapi ke gedung MPR, DPR dan istana di Jakarta, maka aku senang sekali, bisa menghancurkan gedung-gedung itu. Lalu setelah gedung itu hancur berkalang tanah, akan kubangun chelter-chelter untuk DPR, MPR dan presiden agar merasakan bagaimana hidup di chelter. Mungkin dengan begitu wakil rakyat kita akan menyadari. Selama ini wakil kita hanya berfoya-foya dengan uang rakyat, sementara rakyat di biarkan begitu saja. Dasar asuh mereka.
Tak kuasa menahan amarah, Niji tuangkan dalam tulisan. Karena hanya dengan menuliskan kemarahan itu, Niji sedikit lega dan sedikit tenteram walau pun jiwa ini masih sakit menjerit.    
Malam tanggal 9 Niji ikut bertemu dengan rakyat kecil, mengagendakan kerja rakyat ke depan. Di sana hadir pejuang kemanusiaan, Hendro dan Hasta yang memang kehidupannya diabdikan pada rakyat. Mulai membantu membuat desa wisata, tapi harus rakyat yang kerja. Hasta sebgai konsultan wisata tidak mau memberi tahu terhadap Dina pariwitasa, Karena kalau memberi tahu, dinas itu akan senang karena dapat proyek baru. Seharusnya Desa wisata di kelolah oleh rakyat malam rakyat hanya menjadi penonton.
Malam Hasta mengajak rakyat untuk sama kerja, mencari uang dari kerajinan sendiri, hasinya untuk rakyat, mulai dari kerajinan tangan, tradisi local, kesenian lokal, jangan sampai dihilangkan, karena itu bisa menjadi barang yang bisa di jual untuk rakyat.
Hendro sebagai konsultan pertanian, mengajak rakyat kecil untuk menanam benih organik (benih lokal), Hendro membawa dua kilo benih padi untuk di coba rakyat di tanam di sana. Karena dulu hanya dua butir Hendro dan teman-temannya membawa benih organik itu dari Philipina, sehingga sekarang banyak dan harganya pun lebih mahal dari beras pada umumnya. Jadi rakyat di ajak untuk menanam benih organik untuk meningkatkan ekonomi rakyat.
Benih local (padi organik) sengaja di hilangkan oleh pengusaha, agar beras yang biasa dimakan tiap hari membeli beras pada umumnya. Yang jelas, beras organik lebih bermoto dan berkualitas dari pada beras lainnya. Niji malam itu hanya diam mengikuti jejak waktu dan kata-kata rakyat yang semangat untuk meningkatkan ekonominya sendiri, walau pun Negara sudah tidak peduli pada mereka. Tapi Niji kagum sama Hasta dan Hendro yang tidak di beri apa-apa oleh rakyat, mau untuk memberikan sesuatu pada rakyat.
Sifat ini tidak ada di para pemimpin bangsa ini. Ketika perubahan terus berlalu, bermunculan para pemikiran dan intelektual, akan tetapi mereka akan kalah dengan pejuang kemanusiaan. Karena Niji yakin kemajuaan dan untuk mengangkat martabat rakyat harus di mulai dengan menyadari bahwa rakyat penting untuk dibela dan diperjuangkan. Hanya orang-orang seperti Hasta dan Hendro yang akan menjadi pemenang nantinya. Bukan MPR, DPR, Presiden, guru dan dosen, tapi pejuang kemanusiaanlah yang akan memang dan menjadi pahlawannya.
Niji yang menjalani kehidupan bersama idaman-idaman seperti rakyat kecil dan desa kecil membuat semangat baru untuk menghadapi hidup ini dengan senyuman, keindahan, ketulusan, kebenaran dan kedamaian. Kerana kesadaran itulah yang membuat rakyat merdeka dan martabatnya terangkat.
Niji melihat perjalanan memperjuangkan rakyat sama seperti puisi yang sudah sempurna, jika dikuak akan terlihat cahaya makna, maka ketika dipraktekkan dalam kehidupan, terciptalah makna-makna kehidupan itu sendiri. Kelaparan meramba kehidupan Niji, itu bukan membuat hidup Niji semakin menderita melainkan menjadi warna kehidupan yang lebih baik. Karena Niji yakin di mana ada bumi atas pasti ada langit.
Perjalanan penuh makna, kesenian tradisional yang penuh imajinatif, musik yang menggugah semangat memiliki peranan besar dalam membentuk pemikiran Niji dalam melanjutkan kehidupannya bersama rakyat.
Ketulusan, kesabaran, lapar, panas, yang menjadi jembatan Niji dalam kehidupan bersama rakyat Wukirsari. Kalau Niji bermodal tenaga, tapi Hasta sebagai konsultan wisata di samping tenaga, juga dana. Pergi ke desa wukirsari naik motor, beli bensi sendiri, bahkan makan pun sendiri. Intinya semua kerjaan hanya untuk mengabdi pada rakyat. Walau pun Negara tidak peduli, tapi Hasta dan teman-temannya dengan tulus membantu mencerdaskan masyarakat wukirsari dan rakyat lainnya.
Perjalanan rasa yang penuh perjuangan mengalir deras dalam jiwa, menjamui ramuan hidup yang di ajarkan alam. Tak terasa perjalanan menjadi ladang yang menyedihkan, ketika Negara membiarkan rakyatnya menderita akibat ketidakbecusan para pemimpin Negara. Bagaimana pun anjing lebih mulia dari para poli-tikus yang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Setahu Niji politik tidak hanya kekuasaan sebagai tujuan. Ada politik moral yang lebih mulia. Politik hari nurani. Politik rasa. Tapi hal itu masih menjadi mayat-mayat berkeliaran tanpa makna di Negara ini. Seperti rakyat yang juga di anggap mayat-mayat tak berguna oleh Negara. Bahkan Negara pun gagal mengatasi bencana.
     Malam sunyi, tiba-tiba hpku berbunyi ada pesan dari perempuanku, begini pesannya
“Malam bersisik dan berkata saat ini aku rasa damai dan sunyi, mendebarkan hati yang penuh sensasi”.
Pagi jam 9:15:39 ada pesan: undangan relawan pemuda anti korupsi akan melakukan aksi mendukung sikap kelugasan dan keberanian saudara Mahfud MD dalam mengungkap kasus korupsi nanti jam 12.00 di rumah walpres Bodiono. Harap kumpul di Toman sebelum jam tersebut (23 Mei 2011).
Tapi Niji tidak bisa hadir karena terlalu capek, setelah satu minggu mendampingi masyarakat desa Wukirsari ingin menjadikan desa wisata. Akhirnya Niji hanya berdoa agar aksi tersebut membawa dampak yang baik bagi masyarakat dan di dengar oleh para aparat Negara.
Pada hari Selasa tanggal 24 Mei 2011, Niji pinjam onthel ke Khotib untuk pergi ke kantor Kedaulatan Rakyat (KR) di jalan Mangku Bumi mengambil honor cerpen seratus rupiah, membaca Koran pagi itu, ternyata aksi tersebut di muat di KR. Niji bersyukur aksi di muat, karena akan banyak masyarakat membaca bahwa kita memang butuh aksi untuk menyadarkan aparat pemerintahan yang sudah banyak memakan uang rakyat, melalui jalan yang santun yaitu korupsi dan lembaga perpajakan.
Selalu terlupakan koruptor dan skandal para pemimpin bangsa ini. Dilupakan dengan berbagai tirai baru, skandal baru, dan masalah baru agar itu semua terlupakan oleh rakyat, tapi keterlupaan itu sebenarnya adalah penyakit Negara sendiri, menyimpan sampah yang sudah bau busuk, jadi tidak heran kalau rakyat sudah tidak percaya kembali terhadap para pemimpin bangsa ini. Kalau bahasa orang ngobrol di pinggir jalan adalah yang mengadili maling di yang adili juga maling, jadi sama-sama maling. Maling berteriak maling.
Sebenarnya terlalu sakit, nyeri kita hidup di bangsa ini.
“Aku ingin hidup di Singapura saja” kata orang gila
Negaranya kecil, tapi mampu menentramkan masyarakatnya.
Imajinasi memang nikmat, tak senikmat kenyataan. Tapi itu bukan imajinasi, itu sebuah kenyataan di sebuah Negara. Ada banyak data-data yang aku simpan dalam benakku tentang kebencian pada Negara. Mulai dari “kematian” Wiji Tukul, Munir, dan para aktivias kritis lain yang hilang sampai sekarang, belum ditemukan informasinya. Itu ulah siapa? Kalau bukan Negara siapa lagi? Masihkah kita hanya tersenyum, menikmati uang rakyat di atas menderitaan para aktivitas kritis dan para pahlawan? Kalau para aparat masih demikian. Itulah kejahatan yang luar biasa, cuma kejahatan itu lebih sopan dan santun. Apakah kita sebagai orang kecil mampu membuka kasus itu, kalau pun mampu kita akan teramcam di bunuh juga, maka diam saja kalau takut mati, karena yang bermain di balik itu semua adalah Negara.
“Bagaimana pun bangsaku tidak boleh dikhianati oleh uang”
Niji duduk di tepi sawah sambil berfikir petani lebih terhormat, lebih terhormat dari para pemimpin bangsa ini yang selalu mencuri uang rakyat, tapi banyak jalan dan rumah hancur di biarkan.
“Dimana pajak yang aku bayar” pikirnya.
“Tapi aku yakin ada saatnya bangsa ini menjadi pemimpin dunia”
“Tapi mengapa bangsaku ini di tukar dengan uang?”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani