Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2014

Zaman Membutuhkan Sastrawan sekaligus Pemikir

Oleh: Matroni Musèrang * Gus Dur di tahun 1993 pernah berkata bahwa sastrawan dan seniman yang baik adalah sekaligus pemikir. Saya sepakat dengan pendapat ini, karena di Indonesia “tidak banyak” sastrawan dan seniman yang sekaligus pemikir. Kebanyakan masih berkutat di ranah intuitif. Maka wajar jika pasca PD 1 dan PD II di Amerika hanya lahir satu sastrawan, seniman dan pemikir  yaitu Hamingway. Lalu bagaimana konteks Indonesia yang dalam membaca pun masih minim, apalagi menulis dan pemikir. Kata-kata Gus Dur ini membuat pikiran saya benar-benar terhentak dan tersentak, setelah 10 tahun saya berkutat di dunia sastra, budaya dan filsafat. Bagaimana mungkin bangsa yang besar ini masih minim baca, minim berpikir, males belajar, sehingga mengalami kelesuan dalam perkembangan keilmuan? Apalagi tantangan kemanusiaan yang mengalami degradasi keilmuan, moral, dan etika. Pertanyaan yang kemudian lahir adalah bagaimana dan apa yang harus kita lakukan untuk meminimalisir hal itu? Tentu