Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Menguak Ideologi Kemanusiaan

Gambar
Judul buku : Kritik Ideologi, Menyingkap Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama Jurgen Habermas Penulis : F. Budi Hardiman Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 232 halaman PADA dasarnya, generasi pertama teori kritis mengembangkan gagasan Lukacs sebagaimana terdapat dalam Geschichte und Klassenbewusstsen. Hal yang menarik perhatian mereka dalam buku ini adalah usaha Lukacs untuk mengaitkan konsep rasionalisasi menurut Max Weber dan konsep fetisisme komoditi menurut Marx. Sebagai sintesis dari kedua konsep itu, Lukacs mengembangkan yang tampak sebagai hubungan antarbenda. Konsep reifikasi ini muncul dengan wajah baru dalam pemikiran Teori Kritis mengenai rasio intrumental, yaitu sebagai kritik atas masyarakat modern dan rasionalitasnya. Dari Karl Korsch, dapat dikatakan, mereka mendapat inspirasi tentang "teori dengan maksud praksis", yaitu sebagai kritis atas ilmu-ilmu borjuis. Hal ini akan tampak dalam kritis atas metodologi yang dilontarkan

Rasa: Sebuah Rasa Bahasa dan Bahasa Rasa

Oleh: Matroni Muserang* Esai ini lahir dari pertemuan Penyair Dari Negeri Poci 5 (DNP) di Tegal pada tanggal 20-22 Juni 2014. Di sana saya bertemu dengan penyair Abah Yoyok yang sharing tentang sastra dan puisi dan penyair-penyair dari berbagai daerah. Sebagai penyair kata Abah menulislah dengan hati, dan hati-hati. Rasa dalam hal ini adalah hati/intuisi merupakan perkampungan dimana masyarakat data di olah (diinternalisasi) kemudian dilahirkan ke dunia dengan bahasa rasa. Dan puisi adalah bahasa rasa, sekaligus memiliki rasa bahasa, maka puisi akan berbicara pada hati, pada jiwa, pada kesadaran kemunusiaan, kesadaran moral, wajar jika Abah Yoyok berkata bahwa puisi merupakan gerakan moral, gerakan kesadaran. Gerakan yang berjalan untuk menyadarkan manusian dan kemanusiaan.   Bedakan rasa , bahasa rasa dan rasa bahasa . Rasa adalah instrument untuk me-rasa, sementara bahasa rasa adalah hasil dari me-rasa atau refleksi dari sebuah rasa, itu bisa saja berbentuk kata-kata, ide-

Puasa, Puisi dan Penyair Sakit Hati

Oleh: Matroni Musèrang* Sebentar lagi “umat muslim” mau melakukan ritual puasa, namun secara historis puasa tidak hanya dilakukan umat Islam, tetapi agama-agama dunia pun melakukan, lalu untuk apa kemudian puasa itu? Apa hubungannya dengan puisi dan penyair?   Puasa tak dapat diukur oleh manusia. Dalam puasa “ Kita Kembali suci ”. Kata-kata ini menegaskan bahwa ada tirai yang menutupi diri dan jiwa. Akhirnya membuat kita tak lagi bisa menatap cahaya dengan kejernihan hati nurani seperti karat yang mentabiri besi tua. Maka penyair yang paham makna puisi, dia akan merasakan kerinduan budaya yang secara metaforis, merupakan sebuah perkampungan yang berarti ekspresi kerinduan setiap manusia untuk kembali kepada “aku” yang sejati. Puasa sebenarnya adalah upaya membersihkan diri ( tazkiyatunnafs ) dari kehampaan makna yang memalingkan kita dari suara hati. Sehingga segala ucapan dan perbuatan seringkali bertentangan dengan rasa keadilan, nilai kejujuran, dan prinsip kemanusiaan y

Pertanyaanku

  Tuhan selalu bersama, dimana pun aku ada Lewat jejak yang terus bertanya tentang jerit lapar dan harum masakan yang memperpanjang pertanyaan Apakah ketika aku mengingatMu, Engkau ada? tanpa peduli apa yang aku butuhkan? Bila sekedar begitu waktu dan adamu berbeda denganku sejak kapan engkau jadi Maha? 29 Januari 2014 Sumber: Medan Bisnis tanggal 27 Juli 2014