Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

Maulid dan Kebudayaan

Oleh: Matroni Muserang* Maulid dan Rasulullah tidak akan lepas dari perubahan sosial (social change). Maulid dan Rasulullah tidak akan pernah lepas dari kebudayaan. Maulid dan Rasulullah tidak akan pernah lepas dari kemanusiaan, ketika seperti itu, Maulid dan Rasulullah sangat membutuhkan ruang atau konteks dimana Maulid dan Rasulullah berbicara tentu makna pun pasti berbeda. Ketika demikian, mengapa harus ada saling menuding, saling kafir-mengkafirkan, saling sikat di antara sesama manusia dan sesama muslim? Apakah seperti itu makna Islam? Pertanyaan ini mengajak kita untuk menyadari bahwa pikiran dan pemikiran saling berpaut untuk menciptakan kedamaian. Menciptakan dialog yang cerdas dan mencerdaskan kemanusiaan.    Sudah dapat dipastikan semua umat Islam setiap bulan Maulid merayakannya, karena bulan ini merupakan bulan dimana manusia yang bernama Nabi Muhammad Saw ada untuk umat manusia. Tidak heran jika umat Islam menyambutnya dengan bershalawat ria untuk mengagungkan

Suruhlah, Kebenaran menjadi Relatif?

 oleh Matroni Muserang Bahkan samudera darahpun tak dapat menenggelamkan kebenaran (Maxim Gorky, Sastrawan Rusia). Kita tahu bahwa kebenaran itu sifatnya relatif? Bermula dari pengalaman yang pernah kulakukan saat memasuki rumah filsafat dan perjalanannya. Pada saat itu kujumpai kesulitan pada saat menyelami samudera kefilsafatan tersebut, membangun keteguhan jiwa, bahkan untuk melakukan aksi demonstrasi. Di antara mahasiswa yang kebanyakan pernyataan yang saya lihat pada saat terjun"Kebenaran itu tidak ada, tergantung pada tiap-tiap orang", begitu kata seorang kawanku. Aku tak habis pikir, bagaimana pada saat aku masih percaya pada prinsip hidup yang kuanggap sebagai kebenaran, juga pada saat masih banyak orang yang percaya bahwa kebenaran itu ada, dia bisa mengatakannya dengan begitu mudah bahwa kebenaran itu relatif. Aku tidak tahu dari mana ia menghubungkan antara suatu hal dengan hal lainnya. Bukankah segala sesuatu itu dapat diukur, dinilai, dan akhirnya d

Ketika “Kematian” Memangsa Kita

Oleh: Matroni Muserang* Ketika ilmu ada, dan manusia juga ada, maka yang tercipta adalah keberagaman. Disinilah ada tuntutan bagi manusia untuk saling bersama, saling memahami dan saling berdialog untuk menghidupkan kemanusiaan dan keilmuan. Salah satu tujuan menghidupkan kemanusiaan dan keilmuan adalah pemikiran atau ilmu. Maka yang hidup hari ini dan selanjutnya adalah ilmu dan manusia. Ilmu merupakan cara Tuhan untuk memberikan wahyu kepada manusia. Jadi kalau ada manusia yang tidak menghargai ilmu dan manusia, maka dia tidak sudah mati dalam keadaan hidup. Untuk tidak mati dalam keadaan hidup, maka ilmulah yang menghidupkan, maka carilah ilmu kata Nabi. Ilmu dalam hal ini menjadi roh kehidupan yang mampu membuat manusia seharusnya saling mengenal, bukan saling menuding satu sama lain, agar tidak terjadi benturan beradaban kata Hantington atau tasadumul khudur . Misalnya saling tuding antara penyair dengan penyair ( Danny J.A dan Saut Sitomorang, Katrin dan lainnya), a

Menata Ulang Penggalan Sastra

Oleh: Matroni Muserang* Judul ini saya sengaja ambil untuk merespon buku 33 tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia yang saat ini hangat bahkan memanas. Saya membaca berbagai komentar atau respon dari para pembaca sastra cukup panas bahkan tidak mengarah pada sastra sebagai ilmu, tapi mereka (komentator) lebih pada person. Atau dengan bahasa lain berkutat di ranah wilayah-wilayah yang kemudian membuat kita terperangkap oleh ritualitas parsial. Padahal kalau kita berbicara tokoh, latar belakang intelektual menjadi penting untuk dilihat. Lahirnya kontropersial yang dipicu oleh buku 33 tokoh sastra mereka masih berdebat dalam ruang katak dalam tempurung, atau bakecot, artinya masih membawa identitas intitusi yang ranahnya sempit. Tapi hal ini sudah menjadi keniscayaan dalam dunia keilmuan. Perdebatan di ranah keilmuan memang penting, tapi kalau perdebatan ini terperangkap dengan saling menuduh, saling menyecam, saling bodoh-membodohkan dan saling-saling yang lain, maka itu b

Matinya Budaya Kontemporer di Indonesia

Oleh: Matroni Muserang* Berangkat dari sensitifitas kegelisahan bersama, para budayawan dan sastrawan Indonesia ketika melihat para kandidat pemimpin bangsa Indonesia yang tidak sadar akan budaya kreatifitas bangsanya sendiri, seperti per-film-an, seni rupa, tari, musik, sastra, dan teater yang bisa menjadi nilai tambah dalam perjalanan ekonomi. Boediono dan teman-temannya misalnya mengatakan reformasi perjakan adalah perlu. Tapi mereka ketika berbicara jati diri bangsa sama sekali tidak menyentuh masalah yang sangat substansial bangsa kita bagaimana pentingnya reformasi perpajakan untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian kontemporer di Indonesia. Padahal setahun yang lalu sudah di beri peringatan oleh sejumlah budayawan yang mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Direktorat Pajak. Mereka mengusulkan Undang-Undang Pajak lebih memberikan keringangan pajak bagi perusahaan atau organisasi nirlaba yang mensponsori acara kebudayaan. Realitas ini selalu terjadi di Indone

Degradasi Idealisme Pendidikan

Oleh: Matroni Muserang Jangan melihat masa lampau dengan penyesalan, dan jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan kesadaran (James Thurber).   Dengan melihat realitas pendidikan dewasa ini, kata-kata bijak di atas patut dijadikan bahan renungan. Khususnya bagi bangsa Indonesia yang saat ini masih belum bisa menyelesaikan degradasi idealisme pendidikan bagi anak didik. Di era global seperti sekarang ini, kita membutuhkan terobosan baru dan kepiawian dalam mengarungi perkembangan zaman, terutama dalam bidang pendidikan. Sebab bagaimanapun pendidikan menjadi salah satu pilar atau fondasi yang terpenting dalam membangun peradaban. Kesadaran arti penting pendidikanlah yang pada akhirnya menentukan kualitas kesejahteraan lahir dan batin seluruh masyarakat. Dan pendidikan juga sangat membutuhkan dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal untuk berkompetensi dengan dunia luar. Sebagai entitas yang terkait dengan budaya peradaban manus

Refleksi Sastra Akhir Tahun Bertanya pada Sastra

Oleh: Matroni Muserang* Gagasan, ide atau pemikiran adalah sebuah harta kekayaan. Tidak hanya itu sastra juga memberikan daya cipta, yang membuat manusia bebas dan merdeka. Dalam arti inilah sastra sungguh merupakan suatu pembebasan yang melepaskan kita dari berbagai belenggu kesementaraan. “Pemikiran” inilah yang akhir-akhir ini jarang kita temukan dalam antologi puisi Indonesia. Bukan tanpa alasan mengapa penyair (penyair yang sebenarnya) membukukan puisi, tapi alasan apa kemudian yang membuat penyair membukukan puisinya? Keberanian misalnya, memang kita tahu apa kebenaranian itu? Kalau mengutip tulisannya A. Setyo Wibowo (BASIS/2010) keberanian adalah keutamaan yang inspiratif, Setyo juga mengutip Ivan Gobry dalam bukunya ( Le vocabulaire grec de la philosophie , 2010) bahwa keberanian dalam bahasa Yunaninya andreia (fortitude, Latin) merupakan bentuk kata benda feminim dari kata sifat andreios (di ambil dari aner-andros yang artinya lelaki). Keutamaan keberanian pada aw

Ketika Budaya “Menghukum” Perempuan

  Oleh: Matroni Muserang Saya menyambut baik dan senang hati dengan terbitnya antologi Pawestren 18 penyair perempuan Yogyakarta ini. Saya ucapkan selamat, semoga manfaat. Menyebut perempuan tentu yang terbayang dalam otak kita adalah sosok yang lembut, halus, penyayang, pemberi, penyantun, sopan, dan sikap lembut lainnya. Di balik itu semua sebenarnya ada apa? Apakah Tuhan men ci ptakan perempuan tanpa ada pikiran atau ide ? Langsung jadi perempuan yang kita sekarang ini? Atau ada faktor lain yang membuat perempuan harus dilahirkan dan diciptakan Tuha n?         Perempuan selalu menjadi berbincangan yang menarik, sexy dan filosofis. Itulah kiranya kesan saya ketika menghadiri acara “ Pawestren ” judul buku antologi puisi perempuan Yogyakarta di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) baru-baru ini. Dikatakan menarik, karena ini merupakan trend baru kata Iman Budhi Sentosa. Dikatana sexy karena perempuan kadang menjadi objek kajian daripada sebagai teman sharing . Lihat saja bagai