Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Di Muat Minggu Pagi, no 09 TH 66 Minggu V Mei 2013

Apakah Zaman Tidak Butuh Puisi Oleh: Matroni Muserang* Saya tidak menuliskan catatan ini sebagai tulisan serius, hanya saja ini sebentuk perkenalan saya dalam dunia puisi, puisi sebagai sosok yang selalu saya tulis. Dalam tulisan ini saya ingin mengimplementasikan Chairil Anwar sebagai pisau analisis dalam tulisan ini. Karena bagi saya Chairil Anwar tidak hanya sebagai penyair, akan tetapi Chairil Anwar mampu masuk di ranah apa pun, termasuk agama, budaya, sosial, politik dan filsafat. Karena untuk mengambil teorinya Augus Comte, Popper, Thomas Khun, Imre Lakatos, dan Paul Karl Feyebend terlalu jauh dan mungkin saya belum mampu, tulisan ini hanya untuk memberikan lahan refleksi kita sebagai penyair dan kritikus sastra.   Mengenang Chairil Anwar tentu kita pasti mengkritiknya sebagai evaluasi dan kritik untuk perkembangan sastra. Akan tetapi ketika di tarik ke ranah sekarang, antara penulis puisi (bukan penyair sebenarnya) dan kritikus sastra tidak seimbang. Setiap hari kita

Hanya Ada

Gambar
sertifikat dan piagam ini hanya sebuah tanda dan simbol bahwa ia menjadi ada, walau pun ada banyak cara untuk memperlihatkan ada itu sendiri, tapi kadang hitam di atas putih penting. tapi entahlah apakah ini akan berbuah hasil atau hanya menjadi catatan sejarah,,

Malam dan Wanita

Malam minggu aku berjalan sendirian, menyuri jalan. jalan yang penuh kendaraan. kendaraan dan wanita. tak ada kendaraan yang tanpa wanita. 99,9% wanita. entah apa yang ditawarkan jalan terhadap perjalanan ini? perkembangan wanita dan perubahan wanita menjadi momok yang berarti untuk zaman sekarang. motif, modis dan mode menjadi setumpuk sekawanan peristiwa yang dikejar wanita. wanita memang luar biasa dalam membingkai tubuhnya. hanya saja kadang perspektif kita yang kurang memahami keadaan wanita. wanita dan perkembangan zaman selalu ada wajah baru, bentuk baru, dan seks baru. tapi bagaimana ketika seks tidak di jalur yang benar? dan malam minggu ini saya berjalan hanya sebatas mencari inspirasi, saya berpikir, apakah ini yang dikatakan wanita kapitalis? wanita hedonis? wanita pragmatis? saya juga tidak tahu, yang jelas malam itu puisi menemani saya untuk terus mengolah apa yang aku lihat, sementara filsafat selalu mengajariku untuk menganalisis agar tercipta kata dan puisi dunia.