Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2012

WANITAKU

Kedekatan kita sia-sia. Remuk jiwa menjelma kuda mengembara, memburu. Lalu kau hilang di balik ketakmengertian, aku mengembara ke relung nyeri. Aku berjalan pelan. Pelan sekali, takut duri menusuk kaki. Sepanjang hari, seakan selama abad aku remuk dan api membakar tubuhku. Wanitaku. Sepiring kata yang dulu pernah kita susun belum selesai, tiba-tiba kau menghilang. Aku pergi. Aku menjelma kabut, menjelma embun, menjelma matahari, dan terus mengembara menemui sunyi demi sunyi, kabut demi kabut, waktu demi waktu. Lalu kita bertemu di lain waktu . Di sana kita bangun rumah indah penuh warna .   Wanitaku. Sampai kapan kau menjadi kegelapan. Percaya Tuhan, tapi tak punya cinta. Tuhan kau jadikan alasan. Itulah kau membunuh Tuhan. Meremukan rembulan. Membunuh bintang. Membunuh dirimu sendiri. Lidah sudah menjadi daging waktu. Kata-kata menjadi bawang hatimu. Lalu , mengapa semua sia-sia. Haruskah a ku membunuh pengembaraan ini. Bila semuanya tak bisa kembali?   Aku pupuk

di Muat di Suara Merdeka, 12 Agustus 2012

Puisi, Wahyu yang di Firmankan Oleh: Matroni el-Moezany* Ada banyak definisi sebenarnya apa yang dimaksud dengan puisi, tapi dalam hal ini penulis ingin menuliskan kegelisahan tentang tanggungjawab penyair (penyair yang sebenarnya) dalam karyanya. Bagaimana pun penyair adalah orang yang bertanggungjawab terhadap puisinya. Kenapa? karya dalam hal ini puisi merupakan wahyu yang difirmankan lewat penyair, maka jangan sampai kita menulis puisi tapi diri kita tak sadar bahkan tak mengerti apa yang kita tuliskan dalam puisi. Sungguh ironi. Menurut penulis puisi adalah sebuah ketukan-ketukan rahasia yang datang tiba-tiba dalam jiwa. Dia datang dari realitas lalu berlabuh di kedalaman jiwa dan di dalam jiwa dia di olah lalu dilahirkan dalam bentuk simbol dalam imajinasi dan dikeluarkan dalam bentuk kata-kata. Inilah yang disebut pengalaman eksistesial kalau dalam filsafat. Pengalaman eksistensial menurut Mulyadi Kartanegara adalah pengalaman yang dimiliki oleh aspek batin jiwa manusia, emo

Di Muat di Suara Merdeka, Minggu, 5 Agustus 2012

Di Muat di Suara Merdeka, Minggu, 5 Agustus 2012 Kedamaian, Engkaulah yang Ia Cari Kata-kata mengapung, angin lenyap di pangkuan malam. Gabalau daun ketakutan melihat hujan di tengah kematian. Jalanan luka, teraba masa dan kegersangan Meraba waktu, ketiak-ketiak waktu Berlumut panjang tepi pun hilang Fragmen melankolis tak mampu terbendung Lagu-lagu asing berdesing ramai Kudiamkan ruang, helai-helai sajak, foto-foto dinding terlukis senja Kulihat perempuan naik becak, pakai baju, lalu turun dan masuk ke kamar. Kukira dia hujan di mataku Desember, 2011 Jarak Di embun pagi, terbentang ladang hijau bisu Terdengar aroma pagi di ufuk kegelapan Harummu bersama nyeri Di surau tanpa cinta, seperti rancak kering menunggu mati Sepanjang hari, setengah waktu antara nyeri dan kenanangan, berlabu Merobek lembah duka, lembah seharusnya rumput lahir, menata tubuh yang rapuh Duku berpeluk nyeri, mengasingkan sunyi Melafalkan airmata yang tak berbunyi Embun seperti jiwa berpelukan dar

Sastra dan “Mati”nya Kritikus Sastra

esai yang di muat di Korang Merapi, Minggu Legi, 5 Agustus 2012 Oleh: Matroni el-Moezany* Akhir-akhir ini banyak bermunculan penulis puisi yang tak bisa dibendung , baik di internet (penyair internet) dan maupun di Koran, inilah yang kemudian membuat kewalahan bagi orang yang mau mengkritik puisi (sastra), sehingga bisa dikatakan bahwa hari ini kritikus sastra “mati”. Maka tidak heran ketika saya dan Jufri Zaituna berdiskusi muncul tesis bahwa “sekarang penyair tidak ada, yang ada hanya penulis puisi”.     Tapi saya optimis dan mendoakan s emoga para penyair sastra internet tetap semangat membela hak rakyat kata Heri Latief ( kompas.com , 15 Oktober 2011 ). Kritik sastra menjadi sangat penting untuk dikembangkan kembali karena perkembangan sastra Indonesia mutakhir tumbuh nyaris tanpa kritik, tanpa daya, tanpa roh dan tanpa proses yang “berdarah-darah”. Kritikus dalam dunia akademik amat jarang memberikan kritik yang benar-benar menyentuh dan proaktif dalam mengembangkan k