Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2011

FKY Vs Pariwisata

Oleh: Matroni el-Moezany* Sebentar lagi Yogyakarta akan ramai dengan berbagai pertunjukan kesenian. Berbagai persiapan sudah dikerjakan untuk menyambut hari FKY (Festival Kesenian Yogyakarta) ini salah satu bukti nyata bahwa Yogyakarta masih peduli dan mampu menjaga eksistensi kesenian dari berbagai penjuru, khususnya kesenian Yogyakarta sendiri. Walau pun kesenian berada di bawah naungan dinas pariwisata, akan tetapi kesenian yang ditampilkan di Yogyakarta kadang tidak ada intervensi dari dinas pariwisata sendiri, entah kenapa? Apakah dinas periwisata memang kurang peduli atau tidak mau peduli terhadap kesenian yang ada? Saya sendiri kurang paham. Kadang ketika ada pertunjukan kesenian di Yogyakarta, ada pihak yang kurang gereget terhadap pertunjukan seni. Entah karena mereka tidak memiliki jiwa seni atau jiwa mereka memang gersang dari kesenian, sehingga ketika ada pertunjukan kesenian dinas pariwisata hanya diam. Jadi saya sepakat ketika FKY (Festival Kesenian Yogyakarta) dan P

Rabindranath Tagore dan Perjuangannya

Oleh: Matroni el-Moezany* Siapa yang tidak mengenal Rabindranath Tagore. Seorang pendidik, penyair, penafsir, peramal dan filosof. Status itu bukanlah serta merta diterima, melainkan penuh perjuangan demi Negara dan rakyatnya. Kehancuran dan kekecewaan Tagore jalani dengan penuh senyuman dan keindahan karena Tagore yang sangat meyakini bahwa pada akhirnya kebenaran dan keindahanlah yang akan menjadi pemenangnya. Pada saat-saat dunia sedang bersiap-siap untuk merayakan HUT ke-150 kelahiran Rabindranath Tagore bulan Mei, sudah sepantasnya kita sebagai pencinta sastra memberikan penghormatan kepada putra besar India ini yang telah membuat kita bangga, tersentak, tertegun dengan karya-karya besarnya yang banyak menghentak jiwa dan pemikiran kita untuk menjadikan sosok Tagore dijadikan contoh perjuangan dan pendidik yang luar biasanya cerdas.    Seperti apa yang dikatakan Tagore “ Awan-awan datang mengambang kedalam kehidupanku, tidak lagi membawa hujan atau mendatangkan badai, tetapi

Penghianatan Kaum Intelektual

Oleh: Matroni el-Moezany* Pendidikan semakin mudah di cari, banyak beasiswa ditawarkan dan sekolah gratis, tapi tak banyak yang memiliki kepekaan intelektual seperti apa yang diharapkan Julien Benda dan masyarakat. Kaum intelektual lebih mementingkan karir mencari status. Mengedepankan dirinya sendiri. kaun intelektual berlomba-lomba mencari sekolah dan perguruan tinggi yang berkualitas, walau pun dirinya sendiri tidak sekualitas sekolah dan perguruan tingginya. Apakah tujuan awal mencari ilmu pengetahuan dan mencari pendidikan setinggi-tingginya hanya untuk mengabdi terhadap masyarakat, bukan malah menyengsarakan rakyat. Banyak sekali perguruan tinggi yang mencetak sarjana-sarjana yang hanya mengabdi dan menjadi guru atau dosen. Padahal dosen dan guru bukanlah tujuan dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan bertujuan mencerdaskan rakyat. Mengabdi pada rakyat. Memelihara rakyat. Kalau kita mengingat pesan Sunan Bonang, memberikan tongkat pada yang buta, memberikan pakaian pada yang

Manusia Bodoh

Oleh: Matroni el-Moezany* Sebenarnya apa yang dimaksud manusia bodoh? Sangat sulit untuk mendefinisikan, tapi untuk melengkapi catatan ini, tidak apa saya artikan; manusia bodoh adalah manusia yang tidak memiliki pengetahuan apa pun, tidak pernah membaca, tidak pernah belajar dan tidak pernah mau memahami. Tapi ketika dikaitkan dengan bangsa kita. Apakah ada manusia bodoh? Kalau boleh menjawab tidak ada. Karena semua masyarakat Indonesia semua pintar. MPR, DPR, Menteri, apalagi presiden. Jadi manusia bodoh akan berbeda arti bahwa manusia bodoh adalah orang-orang yang tidak pernah mau membaca dan memahami dirinya sendiri. Jadi kalau sudah tidak mau membaca dan memahami dirinya sendiri, tidak heran kalau masyarakatnya di biarkan saja. Ada bencana, ada koruptor, semua dibiarkan. Walau pun ada hukum yang memperoses koruptor tapi jalan itu tidak akan menghasilan apa yang diharapkan masyarakat. Karena yang menghukum dan di hukum sama-sama koruptornya, jadi sama deh. Korban bencana, misal