Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2011

Sajak-SAjak: Matroni el-Moezany

Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany* MENGURAIMU Adalah sebuah tanya yang tak jelas Harus di jawab apa, siapa, dan bagaimana Selusin masa depan dan setetes resah Adalah lukisan makna Yang dicelupkan satu gelas air jadilah ia percikan Untuk semesta yang tak aku paham Selir manja di leher bambu Melingkari perjalanan Perselisihan menjadi kehidupan Lalu harus bersikap apa Ketika menjadi yang lain? 19-23.11 MERINDUI Banyak lekuk teriris tajam oleh jahatnya kuasa Sementara kelaparan semakin ranum Berbuah di pohon waktu 20-02-2011 Kutulis Sajak Rindu Di lantai dua Aku melihat ke utara Terlihat gunung merapi berwajah hitam pekat Aku menoleh ke selatan Terlihat awan-awan kecil menciumi pepohonan Di atas ubunku Cakrawala terbentang mengitari semesta Kutulis sajak rindu Untuk bangsaku yang resah melawan masa Sedangkan aku masih asyik menikmati kelaparan 24-02-2011 Kutulis Sajak Pinta Seperempat malam Aku duduk sendiri Memikirkan aku yang sedang galau dengan diriku Waktu yang terle

Sajak-SAjak: Matroni el-Moezany

Kerudung Terpanjang             Untuk orang yang mengaku suci dan benar Kehidupan merayap dalam kerudung-kerudung panjang Memanggul bom dan menenteng jenggot Gelombang kehidupan bergemuruh di pojok-pojok serakan Rumah-rumah hancur dan renta tak berpenghuni Menguburkan agama dan merapukan eksistensi Langit tanpa warna menawarkan kejernihan Memberikan kabar keabadian derita Ayat-ayat Tuhan terlempar tanpa makna kemanusiaan Jari-jari menyampaikan pesan sia-sia Tak terbaca dalam kumpulan sejarah Dan ayat suci menerima detak waktu yang mati Dan luka terus menganga, akibat tangan-tangan bodoh Irama damai, tak kuasa berteriak, suara habis, tenggorokannya serak Sebagai manusia yang gagal, aku biarkan rumah hancur, dan melahirkan kesia-sian…. 2011. Kerudung Ketuhanan Kau tutup mukamu dengan kerudung panjang tak bertepi Kau bilang itu perintah Tuhan, apa benar seperti itu? Bukankah itu ketidakadilan? Engkau melihat leluasa, sementara kita separuh, dasar! Apakah benar wanita surga seper

Lagu Semalam Baca Puisi

            seratus penyair membaca jogja Keramaian puisi  Di tengah riuh Wajahwajah asing mewarnai malioboro Membaca jogja dari sudut cakrawala Penyair datang memberi kata Menyumbangkan rasa pada masa tak kuasa melihat kata menangis malam lebur bersama waktu hingga kesunyian sedikit berbeda menyumbangkan ketakterbatasan membaca sedikit rumit mencapai kebermaknaan, tapi malam itu penyair benar-benar tahu dimana ruang rasa harus disalurkan dimana kata-kata harus dibiarkan dimana bangsa harus ditukar dengan martabat harapan orang tahu bagaimana jogja akan di jual padahal jogja bukan milik siapa-siapa jogja milik kemerdekaan milik keistimewaan dan, milik kewibawaan 8 Januari 2011

Lagu Seorang Skeptis

  Engkau melangkah jauh, sayang Engkau mandi keraguan Aku di sini sendiri Menyandang jembatan, berbendera masa depan Di antara mesin-mesin di kota Jogja Engkau berkerudung putih di kepalamu Engkau ciptakan suatu keindahan dari jauh Sementara mesin penindas terdengar berderuh Malam bermandikan cahaya pikir Kegelapan menyelimuti badan keangkuhan Engkau tetap menjadi pelangi melingkari matahari Tatapanku habis Terlalu silau melihatmu dari jauh Di saat seperti itu Engkau memikirkan sesuatu Bersama ilmu yang engkau dapatkan dulu Di dalam berjuang membela kerajaanmu 2011

Nasehat Malam

  Engkau tinggal separuh perjalanan Sepantasnya ruang dirimu menjadi rumah kesejukan Membuat generasi lebih indah Menanam modal kebermaknaan Mengisi waktu kehampaan dengan cahaya Separuhmu jangan sampai larut Aku berkata, karena aku bagian dari dirimu Selebihnya engkau berdiri sendiri di tepi sana Melukis hidupmu lebih indah Membelanjakan kata untuk masa depanmu Pengok, 2011

Kelam Membelam

Semoga kata yang kulahirkan ini wahyu Untuk s epasang hari bersama waktu Kulalui bersama kelam belam Langit k elam membelam Sementara kata belum selesai aku rangkai                                                                      Dalam semalam aku hanya mampu mengecup dingin Menebar wangi lewat lampu 2010-2011

Belaian Tahajjud Malam

Belaian malam menggigil Mengusap tubuhmu Mengusap wajahku Di sajadah panjang kedamaian Sikap malam begitu sunyi Memanggilku untuk pergi ke cakrawala Melihat pesta bintang Dengan beribu cahaya Dan senyum manis yang menggetarkan Aku suka mereka, dia dan aku Sepasang waktu Kuajak ia pergi Mengisi tahajjud malam Membelam kelam malam Untuk menutupi pintu semesta Yang kian hari tambah lebar Dengan hidup kurang ajar Padahal aku masih belajar mencintaimu 4 Januari 2011

Pak Ben

Oleh: Matroni el-Moezany* Matahari siang sangat terang, jalan-jalan berdebu, udara panas, Yan, di ajak mas Mas Hasta ke jalan Godean, dan ketemuan di jalan Timoho, Yan lebih dulu sampai di sana, menunggu, Yan tak tahu mau kemana dan ke rumah siapa, yang jelas Yan ikut saja ajakan mas Mas Hasta. Di jalanan Yan diam saja, menyetir motor, selain hanya bertanya, masih lurus atau belok dan penuh tanya yang belum terjawab.     Sesampainya di lampu merah. Ntar ada rumah warna pink masuk kiri. Akhirnya Yan sampai juga di sana. Yan belum tahu juga apa maksud dari pertemuan mas Hasta dan pak Ben, sesampainya di kantor pak Ben, kita bertemu, dengan asyiknya mereka berdua ngobrol, tentang kehidupan diri sendiri dan proyek yang akan di kerjakan ke depan. Ruang warna pink di dalamnya penuh dengan triplek, design-design bangunan dan mibel cukup mewarnai berbincangan kita bertiga, jarum jam siang menunjukkan sebelas kosong-kosong. Pak Ben dengan tubuh pendek, memakai kaca mata putih, kira-kira be

Menguak Ketersisihan Seni Tradisional

Oleh: Matroni el-Moezany* Pada tanggal 9 Maret 2011 kompas, menerbitkan bahwa seni tradisional tersisih. Kalau melihat perkembangan dan perubahan zama dan semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi, kekayaan budaya Indonesia yang seharusnya bisa diberdayakan menjadi kekuatan ekonomi justru semakin tersisih. Inilah yang sangat mengkhawatirkan kita karena akan menimbulkan pergeseran nilai dan fungsi kesenian, baik sebagai hiburan, filosofi, religi maupun fungsi sosialnya Semarak Budaya Nusantara (SBN) 2011 yang diadakan di Galeri Nasional Jakarta seharusnya menjadi ajang untuk memberi kabar terhadap departeman kebudayaan dan pariwisata untuk lebih memiliki sikap dan bertanggungjawab. Bagaimanapun juga pemerintah tetap menjadi objek berkembangnya seni tradisi, karena penilaiannya terlalu formal, jadi kalau tidak sesuai dengan format yang ada maka, seni tradisional akan di justifikasi tersisih. Ketika pemerintah tidak perhatian lagi, terhadap seni tradisi, maka masyarakat pun enggan