WiWit, Ungkapan Rasa Syukur Warga Kaligalang


Oleh: Matroni el-Moezany*

Ketinggalan jaman, deso, engga’ gaul, ngapain merayakan upacara seperti itu, mungkin inilah komentar pembaca (modern) ketika melihat judul di atas. Bukannya berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, manusia dapat menciptakan apa saja yang diinginkan. Bukankah lantaran kemajuan yang dicapai, khususnya pertanian, kita tidak perlu lagi menggantungkan diri terhadap cara leluhur atau dengan cara tradisional? Barangkali kita kurang cerdas jika mengatakan demikian, walau pun potensi ke arah itu masih berkurang, kenyataanya masih ada yang mengusahakan cara-cara tradisional terutama di dusun Kaligalang, Kec. Sentolo, Desa Kaliagung, Kabupaten Kulon Progo. Buktinya warga Kaligalang masih melaksanakan upacara Wiwit ini ketika ingin panen padi.  
Pelaksanaan Upacara Wiwit ini, dilaksanakan empat hari sebelum panen, kadang satu minggu, ketika padi menguning, persediaan materi sudah lengkap. Laki-laki dan perempuan boleh ikut ke ladang, tapi yang melaksanakan upacara Wiwit harus laki-laki, waktu saya meneliti ketua RT 38 bapak Pujomolyono. karena upacara ini hanya sebatas hanya makanan satu nampan, maka tidak diadakan persiapan makanan dalam jumlah besar, hanya makanan yang di atas nampan itu saja, nasi putih, pisang dua lirang, sop nangka, belinju, kacang halus dicampuri merica, telur. Upacara Wiwit langsung saya abadikan dalam bentuk foto. Karena upacara tradisional ini jarang ditemukan di era yang serba mesin.     
Kira-kira Apa manfaat dan guna memberi perhatian terhadap hal-hal yang tradisional seperti Wiwit? Apakah ada manfaat merayakan Wiwit? Mengapa harus dilaksanakan? Bagaimana dampak terhadap warga? Setelah saya bertanya pada Pak Pujo ternyata manfaatnya adalah agar upacara tradisional tetap hidup dan menjadi pedoman dalam bermasyarakat. Upacara tradisional tersebut pada hakikatnya adalah kebudayaan kita. Namun, justeru itu  yang kemudian dilupakan bahkan sedikit orang yang mengingatnya. Modernisasi tak lupa menjadi biang kerok dalam mengesampingkan upacara-upacara tradisional tersebut, tidak heren jika generasi penerus upacara tradisional kurang memahaminya. Upacara Wiwit ini dilaksanakan sebagai pembanding dengan daerah-daerah lainnya, juga sebagai penunjang cakrawala gagasan-gagasan bangsa yang kaya akan tradisi.   
Tentunya kita jangan banyak berharap untuk memperoleh suatu gambaran yang menyeluruh dan komprehensif, karena banyak hal yang menyangkut upacara Wiwit ini, seperti apa peranan tuan rumah, tuan tanah, peranan anggota keluarga, peranan kepala dukuh, warga setempat, pantangan apa yang harus ditaati, bagaimana Wiwit harus dilakukan, satu demi satu tidak mungkin saya kemukakan secara detil. Karena tulisan ini hanya ingin mengingatkan kita akan adanya upacara-upacara tradisional khususnya Wiwit yang juga bermanfaat bagi warga Kaligalang.   

Agama dan Upacara
Berbicara upacara, rasanya ada dorongan untuk menyinggung masalah agama, karena agama adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan, Dewa, Hakikat Tertinggi. Warga Kaligalang sangat kental dengan agamanya, sehingga agama terintegrasi dalam kehidupan mereka, agama dengan berbagai upacara dilaksanakan sebagai manifestasi kebudayaan dan kepercayaan mereka.  
Karena agama sebagai bagian esensial dari kebudayaan. Jadi kepercayaan kepada yang supernatural dan keabadian jiwa harus diterima sebagai suatu yang nyata dan telah mendorong kita untuk bertindak dan mencapai hasil maksimal. Warga Kaligalang masih cukup kuat mempertahankan tradisinya, kepercayaan yang dianutnya masih menjadi sentral dari kegiatannya. Jadi agama menduduki fungsi tertentu bagi warga masyarakat Kaligalang. Jadi tidak heran, kalau Wiwit ini masih memiliki manfaat dan kegunaan luar biasa kalau ditinjau dari segi budaya fungsional. Dalam hal ini, agama adalah jalinan keyakinan dan simbol-simbol serta nilai-nilai yang inheren yang menempel pada simbol-simbol tradisional. Dari simbol-simbol itulah menjadi penentu realitas-empiris dan transenden dan semua yang berkenaan dengan hal-hal empiris ditundukkan ke ranah transenden. Wiwit ini dilakukan sesuai dengan tata kelakuan yang baku adalah manifestasi dari kepercayaan warga Kaligalang.  
Upacara Wiwit ini dilaksanakan sebagai bentuk lain dari rasa syukur warga. Ternyata Wiwit merupakan warisan agama Budha yang turun secara berlahan dan masih dipertahankan serta terpelihara dengan baik oleh warga Kaligalang. Hal ini karena unsur-unsur lama memberi manfaat ketika panen padi. Tidak heran jika di dusun Kaligalang benih padi yang dihendak di tanam dipelihara dengan baik di rumah, kamar khusus bahkan dengan wadak yang khsusus juga. Masih banyak contoh yang bisa dicari dan dikuak di dusun Kaligalang bahkan di daerah-daerah lain.  
Upacara-upacara Wiwit tersebar luas pada kelompok-kelompok masyarakat Kaligalang. Upacara-upacara seperti Wiwit ini adalah hal yang menyangkut tentang bercocok tanam sebagai bentuk usaha-usaha penjamin agar tetap adanya makanan, dengan demikian warga Kaligalang akan merasa tenteram dan aman.
Walau pun ada variasi dalam upacara Wiwit di Kaligalang, secara umum dapat dikatakan bahwa padadasarnya sama. Pengaruh agama masih tetap menjadi momok dalam memperingati dan mempertahankan upacara-upacara tradisional dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, nilai yang tidak bertentangan dengan ajaran dasar agama. karena nilai dasar itu sebagai pandangan hidup warga jadi sangat sulit untuk diubah, walau terpaan angin modernitas masih menggoda kita.






 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani