Sajak-Sajak: Matroni el-Moezany*

Sumber: Harianjoglosemar. pada tanggal 16 Januari 2011


Mata Berbintang

Jangan berhenti
Merawat lukaku dengan lembut

Terlalu pedih kakiku untuk berjalan

Aku tetap tersenyum
Seperti bintang-bintang dimataku

Apakah kemungkinan itu akan mungkin bagiku?

Hari-hariku telah kuisi dengan telaah
Berjamaah bersama malam
Berkidung dengan kata-kata
Bersimpuh dihaluan tak bertepi

Kududuk di bawah huruf
Merenungi kedip mata berirama
Sambil menuai angin yang semakin dingin
Memeluk sajak-sajak

Lalu
Kutitipkan semua pada harihari
Agar jadi asli dan azali

Jogja, 2010


Sketsa Waktu

Setelah sekian lama tak menemukanmu
Sekian lama aku mencari
Sekian lama aku meneduri
Beralas huruf-huruf
Berselimut kemelut
Dan puas dengan kata-kata

Kini, kubiarkan mereka bersenggama
Di cangkir semesta
Agar kemenduaan itu menjadi nyata
Melihat kegelapan dan cahaya

Lantas dimanakah mereka tidur
tak ada kesunyian menyelimuti
tak ada sengsara menghambat
karena dalam kata mereka satu

Jogja, 2010

Biarkan Tunggang Langgang

Tapi jiwa kita lembut

Menerima tanpa dimakan

Melihat tanpa ditelan

Membaca tanpa lihai

Menelaah tanpa lalai

Jogja, 2010


Nikah Waktu

entah sampai mengapa
berputar di ruang gelas
hidup tak jelas dan jalan terpanjang tak bertanggal
inilah gang gelap antara pintu ke pintu

ada desah, sedikit ngeluh berkeringat karena hangat
minum teh di terik matahari
kudengar sekantong jerit
tapi inilah daratan paling kejam
yang pernah kujumpai
sampai tak mampu merampungkan puisi
membakar semangat dan ngilu jerit semesta

Jogja, 2010


Nyanyian Palsu

Sudah lama aku simpan dikotak jiwa
Sarapan masa yang tak banyak kita tahu
Gelap terang cahaya malam
Tak juga kuhiraukan

nyanyian cahaya mengutusku
Lewat pesan tanda dan makna
Entah mengapa aku tetap tak menyampaikan

Banyak sajak kulahirkan
Banyak dosa kuberikan
Banyak rasa kusampaikan

Tapi mengapa tak banyak perubahan yang kuberikan

Jogja, 2010


Surat Dari Waktu

Sebenarnya banyak kata yang bertebaran di cakrawala
Tapi mengapa bintang masih terlihat cerah?
Begitulah sebenarnya sajakku berkata pada kita

Berkata lewat siang malam
Yang tak henti-henti menyuarakan bahasa Tuhan
Bahasa yang tak semua kita menemukan

Seluas jiwa menangkap luka, sederet masa
Bertebaran di detak jantung rahasia

Kutanam tunas kata didaratan
Sementara waktu memilih dunia lain
Surat itu menjaga jendela dan pintu
Ia tak ingin surat pertamanya melukai semesta

Surat itu datang kembali
Bertuliskan bencana-bencana kekinian

Jogja, 2010




*pengelolah komunitas IKA Al-In’Am Jogja. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Celurit, Simbol Filsafat Madura

Matinya Pertanian di Negara Petani