Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2010

MBAH MARIJAN DAN HUMANISME EKOLOGIS

Oleh: Matroni el-Moezany* Kesetiaan, kesederhaan, keberanian, ketulusan dan pengabdian, tanpa gaji, tanpa fasilitas, tanpa tanda jasa itulah yang dijalani Raden Ngabehi Surakso Hargo, yang di kenal Mbah Marijan, yang kini meninggalkan kita yang kemudian berbuah keteladanan yang memang pantas di tiru oleh pemuda bangsa Indonesia. Keteladan yang tak banyak orang mampu mencapai status itu. Teladan merupakan barang langka di negeri ini, dimana materialisme menjadi Tuhan di atas segalanya. Kesetiaan dan pengabdian selalu diukur dengan penghasilan atau materi. Selama kebutuhan perut belum terpenuhi, jangan harap kesetiaan akan ada dan pengabdian mengiringinya. Era globalisasi dan modernitas membuat mindset kita cenderung lebih kepada memenuhi kebutuhan ragawi daripada rohani atau lebih pada kebutuhan materi daripada spiritual. Sebagian besar dari kita terlena oleh bujuk rayu gombalisasi yang hanya mementingkan nafsu duniawi. Nafsu itulah yang membuat kita saling bertempur, saling sikut-s

sajak-sajak

Gambar
di Muat di Kompas.com Sajak-Sajak Matroni el-Moezany Sabtu, 30 Oktober 2010 | 06:19 WIB kahfiez.blogspot.com ilustrasi Mata Berbintang Jangan berhenti Merawat lukaku dengan lembut Terlalu pedih kakiku untuk berjalan Aku tetap tersenyum Seperti bintang-bintang dimataku Apakah kemungkinan itu akan mungkin bagiku? Hari-hariku telah kuisi dengan telaah Berjamaah bersama malam Berkidung dengan kata-kata Bersimpuh dihaluan tak bertepi Kududuk di bawah huruf Merenungi kedip mata berirama Sambil menuai angin yang semakin dingin Memeluk sajak-sajak Lalu Kutitipkan semua pada harihari Agar jadi asli dan azali Jogja, 2010 Sketsa Waktu Setelah sekian lama tak menemukanmu Sekian lama aku mencari Sekian lama aku meneduri Beralas huruf-huruf Berselimut kemelut Dan puas dengan kata-kata Kini, kubiarkan mereka bersenggama Di cangkir semesta Agar kemenduaan itu menjadi nyata Melihat kegelapan dan cahaya Lantas dimanakah mereka tidur tak ada kesunyi

Pragmatisme Sastra, Adakah?

Dimuat di Koran Minggu Pagi N0 31 TH 63 Minggu V Oktober 2010 Oleh: Matroni el-Moezany* Ada yang menggelitik pikiran saya, ketika membaca pengantar Antologi cerpen “Tiga Peluru” pilihan Minggu Pagi yang ditulis Joni Ariadinata di paragraf ke enam dari terakhir bahwa seni selalu menghamba pada materi, kualitas seni, selalu berkaitan dengan harga, semakin mahal sebuah karya seni, maka semakin akan dianggap berkualitas karya itu. kalau pertanyaanya adakah? Mestinya ada unsur materi, karena selama ini yang terjadi ketika sebuah karya itu memiliki kualitas tentu harganya sangat mahal, buktinya banyak penyair, sastrawan, dan budayawan Yogyakarta naik daun yang diperantarai kualitas karya itu sendiri, apakah harus menyebutkan siapa mereka? Tentunya tidak usah, sebagai masyarakat sastra kita mengetahui siapa mereka, bagaimana mereka, dan mengapa mereka di Yogyakarta. Walau pun pragamatisme bukan tujuan dari segalanya, namun tetap tidak bisa dipungkiri b