Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2010

Hari Pertama Bulan Puasa

Oleh: Matroni el-Moezany* Jam tiga saya bangun, saya berpikir, sekarang waktunya saur, tapi saya belum masak nasi, lalu Marsus sms ayo saur, kubalas, ada nasi? Ada. Akhirnya saya bangun dan shalat tahajut dua rakaat, dan keluar membeli sayur, tempe dan kerupuk, saur bareng marsus. Sesaat sesudah saur, saya tidur sampai bangun jam delapan. Saya berpikir, apakah setiap orang yang berpuasa, pagi harus tidur sampai siang atau bahkan sampai sore? Inilah keadaan yang kadang terjadi pada setiap kita yang melakukan puasa, walau tidak seluruhnya. Kita berpuasa hanya untuk menghormati tetangga, ada karena temannya. Ada yang tidak puasa karena sok, karena ia memiliki argumen rasional, agar di bilang ilmu mapan, ada benar-benar ikut-ikutan teman, tema tidak puasa kita juga ikut tidak puasa. Pertanyaan kemudian adalah apakah puasa hanya dianggap permainan untuk diri atau untuk teman? Kalau ia, maka puasa bukanlah ritual yang memiliki makna apa-apa bagi diri dan identitas kita sebagai orang yang

Jalan Berliku ke Pantai Bugel

Gambar
Di muat di Koran Merapi tanggal 22 Mei 2011 Oleh: Matroni el-Moezany* Matahari bergeser menjadi senja. Waktu pun mengajak untuk memenuhi janji. Janji yang disepakati lima hari sebelumnya, bahwa kita akan pergi ke Kaligalang. Kita saling menyapa, lewat angin, lewat kata-kata, lewat rasa. Di senja itu, perempuan datang menjemput Fikri dengan motor Vario putih, dengan pakaian rapi, berkerudung cokelat, baju kuning bercahaya, berkacamata bening, dan mata lentik manis dengan senyum manis menghias bibirnya. Kita berangkat, naik motor, berdua, empat puluh menit kita berjalan, menuju Kaligalang, diam pun menghias perjalanan, angin dijalanan mengundang Fikri untuk bertanya dan ingin berkata, entah mengapa, dia lebih memilih diam? dan melihat jauh ke depan. Mungkin karena helm standart yang kita pakai sehingga sulit untuk ngobrol, atau mungkin angin lebih nyaman sebagai penyampai pesan lewat rasa. Dijalanan ke sana, Fikri menemukan sawah-sawah panen, orang-orang mengarit dan memelihara ka

Orang-Orang Tembakau

Gambar
Engkau berharap Hujan tidak terlalu, karena Jika terlalu, tembakau ini Akan hilang dan mati Siang kita ke ladang Senja pun terang Orang-orang tembakau Air kau siramkan Orang-orang tembakau Tak selamanya indah Kau senyum berharap jadi rupiah Wajahmu kau lukis di matahari Menabung keringat Tiap pagi Air kau siramkan, tapi Ketika hujan turun Kau berkata: Selamatkaun tembakauku Walau birahi hujan menyala Jangan sampai semuanya tak ada Banjar Barat 10 Juli 2010

Cinta?

Dalam cinta Hasrat Harapan Keinginan Kerinduan Kehidupan Untuk menyentuh Masyarakat dan Tuhan Hari-hari Tak bisa untuk keluar Semakin bingung melihat ke depan Tuhan selalu kuharap Apa yang engkau gelisahkan? Tanyamu Banjar Barat, 28-01 Juli 2010

Sejarah Malam

Mengapa malam semakin sepi? Dan tubuhku pergi ke cakrawala Aku sendiri, diam semakin tak kumengerti Di kedalaman sana Aku menemukan titik jumpa Di bawah bayang-bayang Sejarah malam Untuk melihat matahari Mencatat kerinduan Kehausan di tengah kerinduan Kutidur dari arus aliran Dan mengitari kerinduan Bersama kelaparan dan kahausan Aku bangun untuk melihat cahaya Menyalakan keberbagai kerinduan Dahaga atas ketakberwaktuan Karena harapan dan hasrat Adalah sebuah keberlanjutan Sumenep, 28 Juni 2010

Kembali Bapakku Tanam Tembakau

Bapak telah tanam tembakau Turun ke ladang Tapi harapan yang di emban Memeras keringat Seakan jelas, apa ujungnya Masih di pegangnya Cara merawat Maka, jadilah tembakau tua Bapakku telah tanam tembakau Tapi tembakau begitu mesteri Demikian menjanjikan Sampai dalam tubuh Renyuh, bergetar meriang seperti Ombak seperti petir Di tepian ladang Selalu berharap Seperti harapan pasti Tanah harapan Engkau serahkan pada tuhan Mujur dan gugur, gugur dan hasil Dan hujan yang masih Lewat dua bulan kau tunggu Kuberi pupuk, air, dan kesabaran Lalu, beberapa hari tembakau itu Lalu sebuah mendung Lalu hujan menguyur Aduh.., kataku Aku dan tembakau saling berkata Dan saling berharap Seterusnya adalah sebuah harapan Demikian awal mula Bapakku membikin lahan Demikianlah selanjutnya bapakku meng-ada Sambil terus berlipat harap Sambil terus berpegang teguh Pada pucuk bulan depan Yang memberi hasil Pada tiap buah yang ditunggu Yang mengitari harapan Di mana b