Politik SBY dan Indonesia

Oleh: Matroni el-Moezany*

Banyak masyarakat Indonesia yang mengatakan peta dan perjalanan politik SBY itu bagus mudah dimengerti. Mulai dari akhlak politik, pidato politik dan dalam kepemimpinannya. Bagi saya itu biasa saja. Kenapa biasa karena politik yang dijalankan SBY, ya, biasa seperti para politikus-politikus yang lain, bedanya hanya politik yang dijalankan SBY belum ada masyarakat Indonesia yang menemukan politik yang dijalankan SBY. Artinya itu pengalaman indah yang belum kita ketahui sebelumnya. Tidak tidak aneh lagi bagi saya, sebab hal itu sudah biasa.
Selama ini, Indonesia hanya melanjutkan para politik sebelumnya. Kalau sejarah politik begitu, kita harus begitu, tapi bagi SBY tidak. Kita harus memiliki pemikiran politik sendiri dan berdiri sendiri dalam melahirkan peta politik yang SBY jalankan saat ini. Buktinya masyarakat Indonesia sampai saat ini masih terkagum-kagum terhadap politik yang SBY miliki. Misalnya ketika mendaftara ke KPU, Boediono tidak berpidato, itu merupakan hal yang langka dan jarang ditemukan sejak dulu. Pastinya sebagai calon presiden dia harus berpidato. Seperti kandidat yang lain. Tapi bagi politik SBY itu tidak perlu. Kenapa agar tidak banyak kesan yang salah nentinya. Sebab semakin banyak orang berbicara, maka semakin banyak kesalahan yang kita lakukan.
Sebenanya politik yang dijalankan SBY sederhana, yaitu tidak muluk-muluk. Tidak terpengaruh oleh budaya lama, yang begitu selalu edialis dalam mengharap menjadi presiden dan agar di akui publik kalau calon presiden dan wakil presiden bisa ngomong, maka timbul kesan cerdas dan pintar ngomong. Dan anehya cerdas dan pintar ngomong inilah yang kemudian menjadi patokan kandidat pemimpin bangsa. Jadi kalau kandidat tidak bisa pintar ngomong dan cerdas harus dipertanyakan kesiapan menjadi pemimpin bangsa ini.
Pintar ngomong dan cerdas itu perlu. Tapi apakah dengan selalu dijadikan senjata untuk membohongi rakyat. Tidak seharusnya, walau pun itu sangat penting. Sebab rakyat tidak butuh itu, tapi bagaimana presiden itu prorakyat. Dalam menjalankan dan membersihkan ketidaksejahteraan rakyat itu yang penting. Sebab ketika kita turun secara langsung, rakyat tidak butuh gelar Dr. Prof, tapi masyarakat lebih percaya kepada mereka yang selalu sensitive terhadap keperluan masyarakat, hanya itu tidak berat.
Sangat sederhanya kebutuhan rakyat kita saat ini. Kepekaan kita dalam “memanjakan” rakyat. Bagimana kita lebih banyak berperan untuk selalu ingat-dan ingat rakya. Tidak hanya ketika pemilihan pemimpin saja kita ingat pada rakyat. Tapi selalu dan selalu dimana dan kapan pun. Kita dituntut selalu ingat pada rakyat. Artinya bagaimana rakyat tidak kelaparan, kekurangan gizi, rakyat tidak tidur di bawah jembatan, rakyat tidak meminta-minta, sebab itu merupakan dosa pemimpin kepada bangsa, dosa kepada UUD, dan dosa keapda dirinya sendiri.
Lah, ketika kita melihat itu semua, sebenarnya sangat sederhana tugas pemimpin dalam menghadapi masyarakat yang kita kelola. Anak lulusan SMS juga sangat bisa, tapi mengapa orang yang sudah memiliki gelar Dr. dan Prof, tidak memiliki kapasitas dalam mengurus rakyat? Inilah yang menjadi pertanyaan besar untuk kita renungi bersama. Dan itu merupakan harapan penulis ketika SBY atau siapa pun nantinya yang terpilih menjadi pemimpin bangsa kita.
Saya melihat Indonesia saat ini dalam hal politik sudah terasuki penyakit Idealisme yang akut. Apakah idealisme tidak penting? Sangat penting, tapi tidak seharusnya kita terjebak dengan idealisme itu sendiri. Artinya idealisme bukanlah hal yang sangat dibutuhkan masyarakat, yang penting bagi masyarakat Indonesia saat ini adalah bagaimana pemimpin bangsa benar-benar memperjuangkan dan berusaha prorakyat.
Itulah satu prinsip kalau kita benar-benar menjalankan Negara demokrasi. Kita sudah tahu apa demokrasi? Ya itu, demokrasi adalah selalu ingat, dan pro rakyat. Tidak serta merta mengatakan saya sudah melakukan demokrasi, tapi malah melupakan rakyat. Jangan berbicara demokrasi kalau Negara belum ingat pada rakyat. Jangan ngomong kalau kita menjalankan demokrasi kalau kita hanya mementingakn idealisme dan Negara asing. Jangan ngomong demokrasi kalau kita belum tahu arti kemerdekaan demokrasi, dan jangan ngomong demokrasi kalau kita belum bisa mengartikan secara dasar apa itu demokrasi. Sebab kita belum sanggup mengartikan secara dasar dari demokrasi apa. Padahal itu sangat gampang, tapi menyadarinya inilah yang sangat sulit bagi Indonesia saat ini.
Andai saja demokrasi dimaknai ingat pada rakyat dan pro rakyat, saya yakin bangsa kita akan aman dan sejahtera. Kita tidak akan melihat orang mengemis, kita tidak akan melihat sengsar dan kelaparan, serta kekurangan gizi. Sebab kalau ingin menyontok sejarah sudah tak ada pemimpin kita sekarang yang benar-benar ingat dan pro rakyat. Tidak ada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Pentingnya Etika Memilih Guru dalam Keilmuan

Matinya Pertanian di Negara Petani