Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2008

Cultur, Agent Of Change

Oleh: Matroni el-Moezany* Indonesia saat ini adalah negara yang buta। Buta terhadap perubahan. Buta terhadap anak-anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah hanya karena alasan ekonomi. Sementara aparat pemerintah hanya diam dan tersenyum. Entah ini karena mereka sudah buta, sehingga mereka melihat terhadap fenomena yang terjadi. Padahal mereka banyak yang memakai kacamata untuk melihat tulisan koran atau surat kabar. Tapi, mengapa mereka masih tidak merasa tergugah untuk progresif. Mereka semua harus di beri pelajaran khusus untuk menjadi pejabat Indonesia. Bagaimana dia diberi pelajaran untuk berorientasi waktu, kerja keras, hemat, pendidikan, menghargai prestasi, dan berbudaya progresif. Inilah yang mereka belum tahu bahkan mereka sama sekali tidak tahu bahwa yang enam di atas itu ada. Mereka tidak membaca, karena mereka buta. Buta huruf dan buta aksara. Jadi tidak heran kalau Indonesia sampai saat ini belum cerdas dalam menangkap realitas atau peristiwa yang sedang terjadi di depan

Sepasang Burung Kelaparan di Tepi Semesta

Sajak-sajak: Matroni el-Moezany Sepasang burung enggan merasakan apa itu buah karena tidak ada hujan? mungkin karena malu? Ia hanya bisa mengais serumpun sampah yang sudah gersang di balik sisa makananmu apa kau tidak merasa? sesuatu dibalik ragam kemeranaan Senja mungkin telah pergi hingga pagi tiada lagi kemesraan terhias pada sunyi yang merana Yogyakarta, 2008 Mengenal Rasa Pada musik semesta yang tak mengenal rasa tiada arah menempel pada tepi ruang pun tak ada gerak pun tiada hanya kata dan suka yang ramai menemani malam Yogyakarta, 2008 Mandi Hujan Belajar mandilah Padaku Agar tubuhmu bersih Yogyakarta, 2008 Kesunyian Kesunyian dalam diri Adalah sesuatu yang harus mati Hingga kau tak menemukan lagi Warna keresahan semesta ini Yogyakarta, 2008 Karena Penantian mungkin suatu penantian dalam rimba angan-angan yang menelisik jiwa hingga terasa dingin tubuh ini padahal kata telah lama terbakar di rimba api semesta aku pun tak lagi ada pergi mencari sisa abu untuk kumakan bersama binta

SESUATU DI DUNIA

Matroni el-Moezany LIHATLAH SESEUATU YANG PALING TERKECIL DI DUNIA INI SIAPA SANGKA KOBARAN YANG SEDERHANA DAPAT MEMBANJIRI SEMESTA

TAK MUNGKIN

Matroni el-Moezany SUATU YANG TIDAK MUNGKIN KALAU KITA MERANA DALAM KATA

RONY

Gambar

Malam Kutemukan Neraka

Malam Kutemukan Neraka para penyair harus di kutuk karena malam kutemukan neraka sajakku bagai bulan, pecah jadi sepuluh di senja petang perjalanan bagai bulan tersebar itu di huruf-huruf sajakku waktu sudah seperti aku kadang pecah jadi sembilan, jadi sebelas bahkan jadi abu yang tak kumengerti untuk apa kutulis dalam lembar semesta bila sesuatu itu tak ada dalam waktu Sumenep-Nganjuk, 2008 Senandung Percakapan senandung percakapan yang tak pernah kalong dari perjalan rasa kuberjalan dari langit membawa luka dan neraka kulihat dipertengahan sabtu malam ada rembulan terlihat separuh ada yang melihat waktu karena takut terlambat di pagi yang telah lewat padahal sebentang semesta belum selesai aku tawarkan pada bunga Sumenep, 2008 Seusai Kata seusai kata apa arti puisi ini di kala waktu mundur serumpun angin cakrawala menggiring menjadi bayang-bayang titian panjang di sela reroncean hutan tenggelem pada lutut waktu jadi masa di tepi yang bukan tepi Sumenep, 2008 Aku Tak Menyelam Pada P

तुहन बावा अकू Pergi

kosong gelas birkuaku tak mahu minum lagi dan kutolak gro itudari sisiku “shit!,” sumpah gro itu marahdan pergi aku tak peduli Tuhanaku tak mahu hidup beginikukeji Tuhanbawaku pergidari keji iniaku sudah tak terkendali Tuhanbawaku pergi!bawaku pergi!!!

Perjalanan Senja

Sajak-sajak: Matroni el-Moezany* Perjalanan Senja adik mau kemana? main-main; jangan, di sana banyak orang kelaparan lalu? jualan nasi ambil uang di saku di saku siapa? kakak tak punya uang di saku hewan berakal itu dimana? di senyum gelap siang hari, tapi mereka tak menyaut saat aku sapa dengan arimata dan kelaparan terus!!! adik diam saja ya!!! lalu, bagaimana agar mereka dengar dan tahu kalau kita lapar atau kekurangan aku tidak tahu kak; kakak juga tidak tahu dik; tapi mengapa adik senyum saat lapar? daripada aku mengeluarkan airmata yang tak bermakna bagi mereka! aku senyum karena masih hidup dan kenyang hanya dengan air mentah sungguh tak asli negeri kita ya, kak? ya, memang tak ada yang asli semuanya hanya niru, niru dan niru Yogyakarta, 05-06-07-08 Panyair Pertama di Ladang Kata-Kata baru kuteteskan dari puisimu daripada berjuta kata yang hampa yang membuat aku lupa dari bumi semesta ini tak berkata semesta ini luka semesta ini aku tapi telah dulu terluka sementara aku tak mung

Monolog Sepi

Sajak-sajak: Matroni el-Moezany* Monolog Sepi hari-hari yang terlewat menyentuh jiwa mendung menemani pilu getir ini hanya pasrah bersujud di langit, kesepian Jogja, 2008 Tusukan Pisau Dapur biarlah kematian yang kau tusukkan di dada ini, tapi tetap kuingin mata dalam kelembutan pisaumu Jogja, 2008 Hujan baru kau sadari hujan tak lagi ada membasahi hatimu Jogja, 2008 Pesan hanya hidup kau tahu bulan-matahari yang lain hanya bentuk dari penantian tetap kucari makna kehidupan walau di matamu tak terlihat keindahan Jogja, 2008 Cium cium membuat bibir basah adalah puisi puisi yang tak tersentuh oleh kegersangan jiwa Jogja, 2008 *Penyair kelahiran Sumenep 03 Maret 1985, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI), tulisannya sering bermunculan di media lokal maupun nasional, seperti Suara Pembaruan, Sindo, Swara Karya, Sinar Harapan, Merapi, Minggu Pagi, Solo Pos, Harian Joglo Semar, Lampung Post, Surabaya Post, Surya, Radar Madura, Majalah Muslimah dan Majalah Bakti. Sekarang tinggal

Malam Yang Tersobek

Sajak-sajak: Matroni el-Moezany* Malam Yang Tersobek malam yang kuharap datang menjadi puisiku mengisi kanvas putih dan tersobek seperti bintang yang tertebar begitulah gambaran malam yang kian jauh dari batangnya melukis sendiri dalam jiwa menangis sendiri hingga luka tak terlihat di ruang mata yang melihat Banjar Barat, 04 Juni 2008 Buah Angan kubuka jendela terlihat waktu mutlak berteriak memanggil semerbak ramai di depan puisi bisu ada yang kusut masai ada yang kelaparan menjerit membaca kata hingga terbaca seperti rasa Banjar Barat, 2008 Keringat Jiwa kita harus berkeringat jiwa untuk menanam pohon keabadian di atas sawah yang kita beli dengan nyawa dan segala waktumu maka, kuselami tanah bilik jiwamu dan kudekap kau seperti mereguk deru makna di dadamu matamu terlihat kelu dari sorot layar lalu kita pun bertemu dan meledak seperti matahari yang rapuh dari timur dalam jiwamu kubuang darah yang menyala yang berwakktuwaktu kutahan berpijar dari bilikmu yang tajam maka terwaktulah ke