Budaya Nasi Jagung di Madura

Budaya Nasi Jagung di Madura
Oleh: Matroni el-Moezany*

Madura begitu orang menyebutnya. Banyak orang yang menganggap bahwa Madura adalah tempatnya orang yang keras-keras, padahal kalau kita melirik sedikit pada sejarah malah yang keras itu bukanlah orang Madura tapi orang Jawa Timur, hal ini karena asumsi mereka hanya melihat sebelah cermin atau separuh dari realitas yang ada di Madura itu sendiri. Tapi kenyataannya tidak seperti itu adanya. Hanya sebagian saja dari beberapa kabupaten yang ada di Palau Garam tersebut yang mempunyai watak dan karakter yang keras. Karena sejak dulu image kemaduraan begitu buruk di mata bublik, Setelah Kadir (pelawak) tampil di senitron itu berekting dengan berperan sebagai orang Madura, ini sangat pelecehan sekali pada orang Madura. Dalam tampilan itu Kadir menunjukkan bahwa orang Madura keras dan suka bertengkar.
Tapi terkait dengan budaya yang ada di Madura, seperti budaya nasi jagung ini sangat memukau sekali. Mengapa? Karena kata orang Madura "mon tak e capok nase’ jagung tak kobassa, apa pole juko’ acan pas e koae gengan maronggi" artinya makan tanpa nasi jagung tidak enak rasanya apalagi ikan terasi dan di campur air kelor yang sudah di rebus dikasih garam dan beras, kalau orang Madura makan tanpa adanya campuran jagung itu rasanya ada yang kurang lengkap. Karena saking enaknya nasi jagung bagi orang Madura. Setiap ingin memasak nasi pagi, siang, sore dan malam itu pasti campurannya tidak lain adalah nasi jagung itu sendiri.
Sampai-sampai anak-anaknya yang masih ada di pondok baik yang di luar Madura apa lagi yang masih mondok di daerah Madura sendiri. Contoh anak-anak mereka yang kuliah di luar misalnya di Yogyakarta, anak-anak mereka masih saja memesan untuk dikirimi jagung untuk makan setiap harinya. Ini sangat aneh sekali bagi orang Jawa, mengapa aneh bagi orang Jawa. Sebab kalau anak-anak mereka yang ada di Yogyakarta itu masak dengan campuran nasi jagung mereka bilang itu nasi apa? Mau di apakan? Padahal bagi anak Madura itu tidak aneh lagi sebab nasi jagung adalah makanan pavorit bagi orang-orang Madura. Kata orang Madura kalau makan nasi putih melulu (beras yang di masak) cepat lapar dan tak berenergi. Bahkan ada yang hanya jagung melulu dengan sayur kelor yang di rebus dan dikasih garam sedikit itu sudah cukup.
Bahkan ada orang Madura ketika ada acara perkawinan padahal dalam acara tersebut ada ikan-ikan yang enak-enak mereka malah justru mencari nasi jagung dan sampai nanyak kepada tetangga sebelah, kan biasa kadang waktu-waktu seperti senggang mereka pulang masak nasi jagung atau bahkan memasak sendiri kalau tidak ada tetangganya yang memasak nasi jangung. Itu kan biasa bagi orang Madura meminta sama tetangganya yang dekat. Kadang bawang saja kalau mereka tidak punyak mereka itu pergi ke tetangga meminta bawang untuk memasak di dapur. Itu sudah hal yang biasa yang memang terjadi di Madura sampai saat ini. Misalnya tetangganya mempunyai tumbuhan yang berbuah seperti mangga, pepaya, dan nangka mereka minta. Padahal kalau di kota harus dibeli bahkan dengan harga yang sangat tidak bisa di jangkau.
Kadang lagi pada hari lebaran mereka masih saja memakan nasi jagung, padahal hari-hari seperti itu adalah hari yang baru ada yang namanya nasi putih dan ikan daging, bukannya mereka tidak mau nasi putih ikan daging tapi mereka itu kurang begitu srek atau mengenak kalau makan nasi putih melulu.
Pada tanggal 01 Desember 2007 kemaren di Uneversitas Negeri Yogyakarta (UNY) ada acara wisudah dan orang tua mereka datang. Dan kebetulan yang wisudah adalah anak Madura. Rahbini nama anak mereka yang kuliah di UNY di pasca sarjana kemaren sudah wisudah, kebetulan mertua Rahbini ini adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-In’Am, pada waktu itu pak Kiyai masuk menghadiri undanga wisudah dan ibu nyai ada dalam mobil sendiri lalu dia bilang pada saya di dalam mobil, kamu sekarang ngekos apa pondok, mondok jawab saya pada ibu nyai, terus di pondok makannya beli apa masak sendiri? Masak sendiri jawabku, berasnya beli apa dikirim dari rumah? Dikirim dari rumah, jagung. Bahkan sebelum hari pemberangkatan ke Yogyakarta Anak-anak mereka sudah sms di suruh kirimi beras jagung yang ada di Yogyakarta orang tua mereka titip jagung untuk anak-anaknya yang ada di Yogyakarta, ada yang satu sak, 50kilo, ada yang setengah sak dan ada yang 10 kilo. Ini suatu yang tidak bisa di elakkan lagi bahwa makanan khas Madura adalah makanan nasi jagung campur beras.
Jadi simbol bangsa kita Indonesia itu sebenarnya berada di Madura, bagaimana tidak mungkin kalau makanan setiap harinya saja merah putih nasinya merah putih. Tidak lengkap kiranya Indonesia ini tanpa adanya Palau Garam atau pulau Madura. Sebenarnya garam adalah simbol keeksistensian mereka dalam masakan apa saja masak sayur, masak ikan, masak daun-daun dan masak makanan yang akan di makan dan masak-masakan yang lain. Coba rasakan dan bayangkan kalau kita masak sayur tanpa ada yang namanya garam itu kurang lengkap rasanya. Bukankah begitu?
Dia (ibu nyai) bilang kamu jangan boros makan seadanya jangan ikut teman kamu yang tidak-tidak, kamu masak sendiri kan? enak ya kalau nasi jagung, ya. Artinya kalau di sana sudah makanan tiap hari memang nasi jagung. Misalnya bulan puasa mereka berbuka tanpa makan nasi jagung mereka bilang masih lapar. Ini adalah kebiasaan orang Madura yang selama ini terjadi saat ini. Ini terletak di Kabupaten Sumenep, Kecamatan Gapura, desa Banjar Barat dan Banjar Timur dan desa-desa yang ada di kecamatan itu.
Jadi tidak heran kalau orang Madura itu kekar-kekar dan kuat-kuat badannya apalgi ditambah dengan ramuan Maduranya semakin kuat. Di samping itu juga masyarakatnya petani mereka juga pemakan nasi terbesar di Indonesia bahkan dunia, mereka menanam padi satu kali dalam satu tahun, menanan tembakau satu kali dalam satu tahun, menanam jagung satu kali dalam satu tahun bahkan habis panen tembakau mereka beli air untuk membajak sawahnya yang sudah di tenami tembakau tadi untuk ditanami jagung satu kali lagi, ini bisa terjadi kerena saya lihat di Yogyakarta, jawa Timur ke barat dan di kota-kota yang lain tidak ada yang namanya nasi jagung. Jagung kalau di luar Madura itu dijadikan makanan hewan. Seperti kelor itu dijadikan alatnya orang mati bagi orang jawa, tapi di Madura malah itu makanan yang sangat nikmat. Apalagi di campur bubuk jagung yang sudah di masak wah! Itu sangat nikmat sekali.
Madura memang penuh dengan keanehan dan keindahan. Keanehan karena tidak sesuai dengan realitas yang ada, seperti saat ini orang banyak yang makan di KFC malah orang Madura masih enak dengan nasi jagungnya sendiri. Ini suatu keunikan yang luar biasa. Bangsa dalam keadaan tidak menentu orang Madura masih enak dengan nasi jagung lauk terasi, bagaimana ini tidak aneh jika dihadapkan pada realitas bangsa saat ini, sekali makan saja bagi orang sekarang 40 ribu mana ngefeknya sama orang Madura yang dimakan saja sudah mengandung bahan kimia. Bahkan ada sebagian orang Madura bilang air Aqua (isi ulang) itu tidak sehat. Bagaimana ini tidak aneh dan langka orang-orang Madura.
Keindahan, kerena di Madura banyak menyimpan pantai-pantai dan sastrawan serta penyair yang indah seperti yang pernah YusYunus nyanyikan yaitu pantai Lombang yang berpagar cemara. Pantai ini adalah pantai satu-satunya yang terletak di Kabupaten Sumenep, Kecamatan Gapura, pada saat lebaran Ketupat biasanya di isi dengan hiburan orkes melayu, sedang yang datang tidak hanya seratus dua ratus orang tapi ribuan orang yang datang menikmati keindahan pantai Lombang, Seperti pantai Salopeng, Standur, dan masih banyak pantai-pantai yang lain. Airnya saja sangat biru dari saking jernihnya air lautan yang ada di pantai-pantai tersebut. Adanya kerapan sapi. Ini suatu yang luar biasa budaya Madura.
Jadi tidak heran lagi, kalau Kontowijoyo dan orang Belanda menulis masalah ke-Madura-an. Sebab mereka menulis Madura bukan hanya karena Madura itu kaya akan budaya, dan banyak penyairnya tapi mereka menulis karena Madura penuh dengan beribu roh yang belum tergali yaitu sesuatu yang aneh-aneh, nyelenih dan yang penuh dengan estetika baik estetika pantai apalagi estetika etika atau moral ini sangat kental sekali. Sebab dengan nyelenih orang bisa tahu, seperti Mbah Marijan terkenal karena dia nyelenih saat gunung merepi mau meletus dia malah naik. Sebab dengan nyelenih kita akan terlihat banyak orang bahkan dunia suatu saat akan melihat Madura dengan bangunan jembatan Suramadunya kalau itu terjadi.
Dengan demikian, Madura adalah sebuah palau yang menyimpan beribu dan berjuta panorama, mengapa tidak makan saja harus menjaga keeksistensian. Inilah sebenarnya yang tidak banyak orang bisa menyoncohnya dalam budaya yang ada di palau tersebut.

*Penulis adalah penggiat esai Yogyakarta, aktif di Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI).
No, rek, 0112529222, BNI, Cab, UGM Yogya, a/n Matroni

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi Kegelisahan di Bulan Kemerdekaan

Pentingnya Etika Memilih Guru dalam Keilmuan

Matinya Pertanian di Negara Petani